kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.462.000   9.000   0,37%
  • USD/IDR 16.663   -15,00   -0,09%
  • IDX 8.660   40,02   0,46%
  • KOMPAS100 1.192   10,20   0,86%
  • LQ45 848   1,27   0,15%
  • ISSI 313   2,80   0,90%
  • IDX30 434   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 501   -0,35   -0,07%
  • IDX80 134   1,11   0,84%
  • IDXV30 138   1,59   1,16%
  • IDXQ30 138   -0,09   -0,07%

Tantangan Restrukturisasi Pinjaman Fintech P2P di Tengah Bencana


Minggu, 14 Desember 2025 / 20:07 WIB
Tantangan Restrukturisasi Pinjaman Fintech P2P di Tengah Bencana
ILUSTRASI. Kerusakan pemukiman akibat bencana hidrometeorologi di Aceh (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA)


Reporter: Albar Maulana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat menilai bahwa dalam skema fintech peer-to-peer (P2P) lending, restrukturisasi pinjaman menjadi hak lender, bukan kewenangan industri maupun otoritas terkait.

Sebagai informasi, melalui siaran pers yang dikeluarkan pada Kamis (11/12/2025), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan kebijakan perlakuan khusus atas kredit dan pembiayaan bagi debitur yang terdampak bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kebijakan tersebut ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mendukung pemulihan aktivitas ekonomi di daerah terdampak.

Kebijakan itu antara lain mencakup penetapan kualitas lancar atas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi. Namun, untuk penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi informasi (LPBBTI) atau fintech P2P lending, restrukturisasi dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pemberi dana.

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai restrukturisasi pinjaman akan berdampak pada lebih panjangnya waktu pengembalian pembiayaan kepada lender.

Baca Juga: OJK Umumkan Kebijakan Perlakuan Khusus Untuk Kredit Korban Bencana di Sumatra

“Restrukturisasi akan membuat pengembalian pembiayaan dari lender juga akan memakan waktu yang lebih lama,” ujarnya, Minggu (14/12/2025).

Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan persetujuan dari lender untuk membantu meringankan beban borrower yang sedang mengalami kesulitan.

Meski demikian, terdapat sejumlah opsi yang dapat dipertimbangkan. Selain restrukturisasi, lender juga dapat terlibat dalam pemberian keringanan bunga bagi borrower yang terdampak bencana alam. Bahkan, penghapusan utang borrower juga bisa menjadi opsi dengan mekanisme penggantian kepada lender melalui skema tertentu.

“Saya rasa semua opsi bisa dipertimbangkan untuk meringankan beban saudara kita yang terkena musibah namun satu sisi tetap melindungi lender. Karena sudah pasti mereka yang terkena musibah akan kesulitan untuk membayar hutang, termasuk hutang di pinjaman daring,” jelas Nailul.

Baca Juga: OJK Dorong Pemeringkatan Kredit Alternatif untuk Bantu Korban Bencana

Mengacu pada peraturan sekarang, ia menyebutkan bahwa keputusan restrukturisasi harus ditetapkan melalui rapat umum pemberi dana (RUPD). RUPD diselenggarakan oleh platform sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan, dengan keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah mufakat dan mempertimbangkan manfaat bagi semua pihak, baik lender maupun borrower.

Di sisi lain, melihat adanya program penghapusan cicilan kredit usaha rakyat (KUR), Nailul menilai adanya pula peluang penghapusan hutang melalui dana pemerintah. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat menjadi solusi yang baik jika diterapkan di fintech P2P lending.

“Misalkan dihapus ditanggung pemerintah dengan bunga manfaat tertentu bagi lender, tidak setinggi yang seharusnya tidak masalah yang penting pokok pinjamannya terbayarkan,” tutur Nailul.

Sementara itu, terkait kenaikan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) pada Oktober 2025 sebesar 2,76%, Nailul menjelaskan bahwa kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor siklus permintaan pembiayaan, terutama peningkatan kebutuhan sekolah pada Juli 2025.

“TWP90 Oktober berasal dari pinjaman di bulan Juli. Jadi memang secara siklus akan meningkat di bulan Oktober–November,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kondisi tersebut bersifat musiman. Setelah meningkat pada Oktober–November, TWP90 biasanya akan membaik pada Desember–Januari sebelum kembali naik pada Februari–Maret seiring adanya kebutuhan musiman, seperti liburan maupun kebutuhan sekolah anak.

Baca Juga: BTN Berikan Relaksasi Kredit untuk 10.000 Debitur Terdampak Bencana di Sumatra

Selanjutnya: Preview Alaves vs Real Madrid: Prediksi, Jadwal, Link Live Streaming La Liga

Menarik Dibaca: Ini Rekomendasi Destinasi Libur Akhir Tahun ala Gojek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×