Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Industri perbankan tanah air dinilai memerlukan aturan terkait pengendalian margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) untuk menciptakan iklim yang kompetitif.
Hal ini disampaikan langsung oleh Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, dimana dia akan membawa usulan ini ke rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Baca Juga: Jelang RUPST, Susunan Direksi dan Komisaris Himbara Berpeluang Berubah
Purbaya menyebut saat ini industri perbankan dalam kondisi pasar oligopolis, terdapat segilintir bank yang menguasai pasar dan sangat dapat mempengaruhi satu sama lainnya.
"Jadi tidak kompetitif, artinya satu tinggi semua tinggi (NIM dan bunga kredit) jadi gak ada persaingan, jadi harus ada kebijakan perbankan yang memaksa mereka untuk bersaing antara satu dan lain, dan regulator harus menciptakan iklim yang kompetitif," terang Purbaya saat ditemui Kontan.co.id belum lama ini.
Perlu diketahui salah satu yang mempengaruhi tingginya NIM bank adalah bunga kredit yang diberikan kepada debitur.
Makin besar angka NIM mengindikasikan bahwa potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan semakin besar.
Data OJK per Desember 2023 mencatat rasio NIM Bank Umum sebesar 4,92%, naik secara tahunan dari posisi 4,80% per Desember 2022 lalu, dan juga telah mengalami kenaikan sepanjang empat tahun terakhir, dari sebelumnya rasio NIM di angka 4,45% pada 2020, naik ke posisi 4,63% pada 2021.
Baca Juga: Sejumlah Bank Catat Pertumbuhan Bisnis Cash Management di Tahun Lalu
Asal tahu saja, menurut jenis banknya, rata-rata rasio NIM Bank Pembangunan Daerah (BPD) paling tinggi di industri, yakni mencapai 5,52% per Desember 2023, disusul oleh rasio NIM Bank Persero yang NIM 5,15%.
Sementara bank swasta rasio NIM sebesar 4,62% per Desember 2023.
Seperti diketahui isu terkait NIM perbankan yang tinggi ini sudah pernah disentil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal tahun 2023 lalu.
Concern presiden saat itu adalah jangan sampai demi keuntungan tinggi, perbankan sampai menghambat bisnis dunia usaha dengan memberikan bunga kredit yang tidak membantu sektor tertentu misalnya seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Merespon sentilan Presiden tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tahun lalu sudah merilis rancangan beleid terkait transaparan suku bunga kredit bank untuk dimintakan tanggapan kepada masyarakat umum.
Adapun, dalam aturan ini OJK akan mewajibkan publikasi yang lebih rinci yang meliputi Harga Pokok Dasar Kredit (HPDK/Cost of Fund), Biaya Overhead (Overhead Cost), Marjin Keuntungan (Margin) dan Rata-Rata SBK Realisasi. Selama ini, bank hanya wajib mempublikasikan suku bunga dasar kredit (SBDK).
Yang terbaru, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengumumkan pihaknya akan segera menerbitkan aturan transparansi suku bunga kredit perbankan pada kuartal II tahun 2024.
Baca Juga: Lima Orang Terkaya Indonesia Punya Harta Rp 2.197 Triliun, Siapa Saja Mereka?
“Saat ini, RPOJK tersebut sedang dalam proses dengar pendapat yang melibatkan stakeholder termasuk DPR sebagaimana amanat pasal 8A UU P2SK,” ucap Dian dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.
Di sisi lain, Purbaya menilai masih perlu instrumen untuk dapat mengendalikan NIM perbankan yang tinggi tersebut selain aturan transparansi suku bunga kredit.
"Bank itu kan pengusaha, kalau minta bank diturunkan profitnya atau profit marginnya pasti gak mau. Profit margin kita masih tertinggi loh, tinggi sekali. Jadi harus ada kebijakan dari regulator yang membuat perbankan terpaksa bersaing dengan bank satu dengan lainnya, nanti akan dipikirkan di KSSK gimana cara menciptakan iklim yang lebih kompetitif, jangan seperti sekarang yang oligopolis," kata Purbaya.
Purbaya menyebut meski LPS tidak memiliki tanggung jawab terhadap regulasi pengendalian NIM, namun dirinya tetap akan memberikan masukan terhadap pengendalian NIM bank tersebut.
"Nanti akan saya usulkan di KSSK dalam rapat, masing-masing kementerian lembaga ada timtek, dan mereka juga ada deputi meeting, nanti akan saya minta untuk membahas ini di rapat," kata Purbaya.
Sementara itu para bankir juga telah memberikan responnya terkait dengan aturan yang tujuannya untuk mengendalikan NIM perbankan.
Seperti Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria juga berpendapat dampak dari aturan ini hanya akan lebih transparan saja.
Sementara, itu tak akan mengubah suku bunga deposit maupun kredit yang diberikan oleh bank.
Taswin pun menyadari bahwa selama ini secara laporan SBDK yang sudah dilakukan perbankan, terlihat tak banyak berbeda antar bank.
Baca Juga: Bank Mega Targetkan Penyaluran Kredit Rp 72 Triliun, Ini Segmen yang Dibidik
Tapi secara fakta, bunga deposit dan kredit masing-masing bank pasti berbeda meskipun bisa mirip kalau bank ada di kategori KBMI yang sama atau segmen bisnis yang sama.
“Bisa jadi nanti setelah ada aturan itu juga begitu, tapi saya gak mau berandai-andai,” ujar Taswin beberapa waktu lalu.
Sementara itu Direktur Utama PT Bank BJB Yuddy Renaldi mengatakan, NIM menjadi salah satu daya tarik industri perbankan untuk masuknya investor.
"NIM yang cukup atraktif ini juga menunjukkan kinerja perbankan yang sehat karena tetap dapat mengelola rasio kualitas aset yang baik, juga rasio permodalan yang sehat," kata Yuddy kepada Kontan.
Artinya jika ini akan menurunkan NIM perbankan, maka ini bisa berdampak pada profit bank dan kelangsungan bisnisnya. BJB sendiri bakal tetap menjaga rasio NIM di angka yang tinggi, yakni di kisaran 4,9% tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News