Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |
JAKARTA. Perbankan syariah memang sedang mekar saat ini. Pertumbuhan bisnisnya dalam beberapa tahun terakhir bisa mencapai 30%-40%, melebihi bank konvensional. Namun ternyata, pangsa pasar bank syariah ini cuma 4,86% terhadap total perbankan Indonesia.
"Pangsa pasar masih relatif kecil," ucap Direktur Eksekutif Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) Ismi Kushartanto, di Kementerian BUMN, Rabu, (8/5).
Padahal, Bank Indonesia (BI) mendata bahwa per Maret tahun ini, aset bank syariah tercatat tumbuh baik yakni 37,8% dan mencapai Rp 214,5 triliun. Ini bahkan lebih tinggi dibanding perbankan konvensional yang tumbuhnya hanya 16,8%.
"Pertumbuhan ini bisa lebih tinggi. Sehingga mampu bersaing dengan konvensional," sebut Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah.
Menurutnya, pembiayaan perbankan syariah mampu meraih porsi dua per tiga sampai tiga per empat pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk modal kerja. Rasio pembiayaan terhadap total simpanan atau Loan to Deposit Ratio juga sudah mampu mencapai di atas 90%. Lalu rasio kredit macet atau Non Performing Financing (NPF) pun terjaga antara 2%-4% dalam 3 tahun terakhir.
Namun BI mengimbau, pertumbuhan yang pesat tersebut jangan membuat industri syariah terlena. Pasalnya, masih ada lanskap perbankan yang bisa dikatakan ketinggalan. Dalam ukuran aset pun, baru ada 2 bank syariah yang melebihi Rp 40 triliun. Padahal, di tingkat ASEAN ada bank syariah yang asetnya mencapai Rp 175 triliun.
Selain itu, juga belum ada bank syariah yang mampu masuk ke klasifikasi Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3. Meski begitu, Halim mengatakan bahwa sudah ada yang mendekati modal inti Rp 5 triliun. "Kami mendorong lebih cepat. Karena dengan posisi BUKU 3, bisa melakukan ekspansi yang lebih luas," katanya.
Ini pun dianggapnya penting dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2020 untuk perbankan. Dikatakanny,a bahwa ini diperlukan supaya bank syariah Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News