kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tumbuh melesat, apakah P2P lending Indonesia bisa bernasib seperti di China?


Kamis, 03 Oktober 2019 / 17:12 WIB
Tumbuh melesat, apakah P2P lending Indonesia bisa bernasib seperti di China?
ILUSTRASI. Financial Technology (Fintech)


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis fintech peer to peer (P2P) lending Indonesia memasuki usia 4 tahun. Kehadiran industri ini ditandai saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Peraturan (POJK) 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Selama itu pula bisnis ini tumbuh cepat dan menjamur. Hingga Juli 2019, jumlah pinjaman yang sudah disalurkan P2P lending mencapai Rp 49,79 miliar. Dari jumlah tersebut hanya 2,52% yang mengalami pinjaman bermasalah atau wanprestasi.

Baca Juga: Genjot penyaluran kredit, Amartha gandeng lima bank sebagai lender

Adapun pemainnya terus bertambah hingga 127 entitas, tujuh diantaranya telah mendapatkan izin dari regulator. Sisanya masih mengantongi status terdaftar dari OJK.

Pertumbuhan industri P2P lending yang begitu cepat tidak hanya terjadi di Indonesia. Mengutip Reuters, model bisnis ini sudah populer di China sejak 2011. Bahkan hingga 2015, terdapat 3.500 entitas P2P lending di negeri bambu itu.

Namun, bisnis yang melaju kencang diawal ini, terseok dan jatuh seiring munculnya berbagai protes. Pemerintah mengambil tindakan dan membuat aturan ketat pada Juni 2018. Berkat aturan ini, ribuan pelaku P2P lending China berguguran.

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menilai industri P2P lending Indonesia dan China sangat berbeda. Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede mengakui berkembang P2P lending di China tumbuh pesat, tetapi pemerintah China terlambat mengatur dan mengawasi melalui peraturan dan kebijakan.

Baca Juga: Asyik, LinkAja bakal bisa dipakai untuk pembayaran tiket KRL Commuter Line

“Sehingga industri P2P lending berkembang tanpa ada yang mengawasi operasional usaha penyelenggara P2P lending. Di China, isu utama adalah tidak ada perlindungan yang baik terhadap para pemberi pinjaman atau lender sehingga dana yang sudah disalurkan tidak dapat kembali," ujar Tumbur kepada Kontan.co.id pada Kamis (3/10).

"Ada yang karena platform tidak menjalankan mitigasi risiko dengan benar ada juga yang melakukan penggelapan dana lender. Saat pemerintah China ikut mengatur dan mengawasi, banyak P2P lending yang kolaps,” lanjut dia.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×