kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Uang elektronik bidik transaksi pembayaran digital di e-commerce dan ride hailing


Senin, 14 Desember 2020 / 09:30 WIB
Uang elektronik bidik transaksi pembayaran digital di e-commerce dan ride hailing


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi uang elektronik berbasis server semakin semarak seiring perpindahan transaksi secara digital saat pandemi. Selain itu, para penyelenggara semakin agresif menjalin kerja sama dengan ride hailing maupun e-commerce.

PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja misalnya mulai memperluas layanannya di ekosistem milik Grab. Para pengguna LinkAja dan Grab kini dapat menikmati layanan pesan-antar makanan milik Grab, GrabFood, dengan melakukan pembayaran menggunakan LinkAja.

Direktur LinkAja Edward K Suwignyo menyatakan sebelumnya LinkAja sudah bisa digunakan di Go-jek dan Grab untuk layanan transportasi. Ia menyebut kemitraan dengan GoJek sudah ada dari akhir 2019, sedangkan Grab di 2020 sebagai mitra pengisian sumber dana pada layanan GrabBike, GrabCar, dan GrabExpress.

“Target pembukaan layanan GrabFood ini untuk memperkuat ecosystem pembayaran LinkAja. Sebelum ini, LinkAja belum memiliki ecosystem food delivery yang terutama sedang berkembang cepat di masa pandemi ini. Sehingga dengan dibukanya layanan GrabFood, semakin lengkap use case ecosystem LinkAja,” papar Edward kepada Kontan.co.id pada Minggu (13/12).

Baca Juga: Ini target kredit perbankan tahun 2021

Ia menjelaskan transaksi sendiri di transportasi online, sempat menurun di awal masa pembatasan sosial berskala besar. Namun seiring dengan kebiasaan baru, transaksi tersebut mulai tumbuh dan kuat kembali pada beberapa bulan terakhir.

Tak hanya itu, LinkAja juga gemas bekerja sama dengan para penyelenggara e-commerce. Edward menyebut, pembayaran digital menggunakan LinkAja sudah bisa dilakukan di lebih dari 1.500 e-commerce yang terintegrasi. Mulai dari Tokopedia, Bukalapak, Blibli, tiket.com, hingga klikindomaret.

“Khusus untuk e-commerce sendiri, transaksi terus meningkat sejak dari awal tahun, dan semakin tinggi saat masa PSBB,” jelas Edward.

Tak mau kalah, PT Visionet Internasional alias OVO mulai menyasar pembayaran Lazada mulai tanggal 8 Desember 2020.

Sebelumnya, OVO telah hadir terlebih dahulu di platform Tokopedia dan ekosistem Grab. Head of Corporate Communications OVO Harumi Supit menyatakan Ovo melihat tren pergeseran transaksi ke arah digital dan penjualan secara online yang terus meningkat.

“Kehadiran OVO di platform Lazada, pengguna diharapkan mendapatkan pengalaman belanja yang lebih praktis dan menyenangkan. Kolaborasi ini memungkinkan pengguna untuk menikmati pengalaman berbelanja yang lancar, aman, bebas hambatan melalui gadget atau ponsel pintar mereka,” jelasnya.

PT Espay Debit Indonesia Koe sebagai operator uang elektronik DANA juga bisa digunakan untuk transaksi pembayaran di ecommerce Lazada, Bukalapak, dan HappyFresh.

Sebelumnya, pada November 2019, PT Blue Bird Tbk (BIRD) secara resmi menggandeng DANA sebagai alternatif pembayaran elektronik di aplikasi My Bluebird.

“Dalam kurun waktu yang tergolong singkat, tidak sampai dua tahun sejak diluncurkan, DANA kini sudah memiliki lebih dari 45 juta pengguna dan jumlah tersebut kami harapkan akan terus bertumbuh,” papar CEO dan Co-Founder DANA Vince Iswara.

Baca Juga: Tokopedia luncurkan fitur Indodana PayLater

Sedangkan ShopeePay berupaya meningkatkan transaksi pada hari belanja nasional (Harbolnas) 12.12. Uang elektronik milik ecommerce Shopee ini bahkan menyediakan total voucher senilai Rp 12 miliar pada gelaran Harbolnas 12.12 mendatang.

Kampanye ShopeePay Semua Rp 1 yang berlangsung sejak 1-12 Desember 2012 itu bertujuan meningkatkan transaksi dan mendorong konsumsi nasional.

“Layanan digital semakin relevan bagi masyarakat terlihat dari terjualnya total voucher Deals Sekitarmu yang meningkat hampir 30 kali lipat dan peningkatan frekuensi transaksi per pengguna sebanyak 3 kali lipat,” ujar Cindy Candiawan, Marketing Manager ShopeePay.

Uang elektronik memang semakin diterima luas oleh masyarakat. Hal ini tercermin dari semakin banyak masyarakat menggunakan uang digital pada transaksi e-commerce.

Bank Indonesia melihat peningkatan tren ekonomi keuangan digital di Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi oleh kesadaran dan perubahan perilaku penggunaan e-commerce seiring pembatasan fisik di tengah pandemi.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, data BI menunjukkan nominal transaksi e-commerce pada kuartal III-2020 mencapai Rp 70 triliun. Nilai itu naik dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar Rp 60 triliun.

“Peningkatan transaksi itu, diikuti dengan transformasi pembayaran dari penggunaan transfer bank ke alat pembayaran lain termasuk uang elektronik (UE). Pada kuartal III-2020, pembayaran e-commerce menggunakan uang elektronik sudah mencapai 42% dari total pembayaran,” ujar Destry pada penutupan Indonesia Fintech Summit 2020, Rabu (25/11).

Ia menyatakan pergeseran transaksi ke uang elektronik itu cukup pesat dibandingkan 2017 yang baru 11%. Ia menilai tren penggunaan uang elektronik ini akan terus berlanjut ke depannya.

Sebelumnya, Bank sentral merilis data pangsa pasar sistem pembayaran 2019. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Sugeng mengakui adanya pergeseran penggunaan sistem pembayaran dari perbankan ke fintech.

Berdasarkan data Bank Indonesia yang OVO memimpin pangsa pasar uang elektronik pada tahun lalu sebesar 20%. Lalu diikuti oleh Bank Mandiri dan GoPay masing-masing 19%. Di posisi keempat dan kelima ada DANA dan BCA dengan pangsa pada masing-masing 10%. Sedangkan BRI mengempit pangsa pasar 6,3% dan LinkAja sebesar 5,8%. Pemain lain yakni Shopee punya 3,7%, BNI 1,3% dan Doku sebanyak 1,2%.

Baca Juga: Transaksi layanan API Bank BRI telah mencapai Rp 40 triliun

Kendati fintech lebih menguasai pangsa pasar uang elektronik, namun pangsa pasar sistem pembiayaan secara total masih dikuasai oleh perbankan. Lantaran otoritas memasukkan pangsa pasar kartu kredit dan debit yang hanya digarap oleh perbankan.

“Pada akhir 2015, sistem pembayaran masih didominasi oleh perbankan. Namun pada akhir 2019, peranan non bank sudah mulai muncul. Jadi perkembangannya luar biasa. Di sisi lain, perbankan di Indonesia tertinggal dalam melakukan digitalisasi,” papar Sugeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×