Reporter: Issa Almawadi | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Hasrat Bank Victoria International untuk bisa menggarap bisnis valas atau menjadi bank devisa harus tertunda. Manajemen bank dengan sandi saham BVIC ini mengundur rencana tersebut ke tahun depan.
Andrew Haswin, Direktur Treasury, Financial Institution and Capital Market Bank Victoria menjelaskan, rencana menjadi bank devisa sudah dialihkan ke rencana bisnis bank (RBB) tahun 2016. "Saat ini belum urgent. Apalagi kondisi rupiah melemah," terang Andrew, Senin (28/9).
Namun Andrew menegaskan, sebenarnya Bank Victoria sudah sangat siap menjadi bank devisa. Apalagi, rencana tersebut sudah direncanakan sejak awal tahun ini.
Bahkan, di awal tahun, Bank Victoria sudah berguru kepada Bank Negara Indonesia (BNI). Saat itu, Bank Victoria menandatangani nota kesepahaman mengenai kerjasama capacity building pendampingan sebagai bank devisa.
Dalam kerjasama ini, BNI akan mengajari Bank Victoria tentang transaksi remitansi, trade finance, treasury, dan transaksi interbank lainnya.
"Memang awalnya jika sudah jadi bank devisa, kami masih akan menggarap bisnis yang sederhana dulu seperti trade finance dan L/C," imbuh Andrew.
Nah, untuk mengganti rencana menjadi bank devisa, Andrew menegaskan, Bank Victoria akan fokus menggarap internet banking. Rencana tersebut, kata dia, bakal direalisasikan dalam waktu dekat.
Selain itu, Andrew juga bilang, Bank Victoria akan menjaga kualitas aset, khususnya penanganan kredit bermasalah alias non performing loan (NPL). "Saat ini, NPL kami berkisar 2%-2,5%. Kami harap bisa menjaga NPL pada angka 2% di akhir tahun ini," ujarnya.
Tidak sampai di situ, Bank Victoria juga bakal mengembangkan layanan wealth management. Ke depan, Andrew mengatakan, Bank Victoria akan mengajukan izin sebagai agen penjual reksadana setelah sebelumnya sudah menggarap bisnis bancassurance bersama lima mitra asuransi.
Jelang tutup triwulan 3 ini, Bank Victoria sudah membukukan total aset berkisar Rp 19,4 triliun dengan kredit Rp 11 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) Rp 15 triliun. "Akhir tahun, kami targetkan aset Rp 22 triliun, kredit Rp 12 triliun dan DPK berkisar Rp 15-16 triliun," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News