Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bank JTrust Indonesia optimistis raih kinerja positif pada 2016. Bank yang 99% sahamnya dimiliki investor asal Jepang ini, per September 2015 menanggung rugi sebesar Rp 440,02 miliar. Direktur Utama JTrust Bank Ahmad Fajar meyakini dapat mencetak laba kisaran Rp 30 miliar-Rp 40 miliar sepanjang tahun 2016 mendatang.
Ahmad Fajar menyatakan, tahun depan bank yang nangkring di papan bursa dengan kode emiten BCIC ini tengah berupaya menekan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) neto di bawah 2% dan NPL gross di bawah 4% pada 2016.
Pada Oktober 2015 lalu Bank Jtrust melakukan kegiatan penjualan agunan (AYDA) senilai Rp 188 miliar dan transaksi penjualan kredit bermasalah sebesar Rp 844 miliar kepada perusahaan afiliasi, yakni PT JTrust Investments Indonesia (JTII). Dengan demikian, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang disisihkan perseroan menjadi berkurang.
“Dengan penurunan NPL, CKPN berkurang dan perseroan juga melakukan recovery asset. Itu dapat masuk ke laba tahun depan,” jelas Ahmad Fajar di Jakarta, Senin (28/12).
Sementara itu, untuk penyaluran kredit, perseroan menyasar pertumbuhan sebesar 28% atau setara dengan tambahan Rp 2,5 triliun. Untuk dana pihak ketiga (DPK), perseroan memproyeksikan pertumbuhan sebesar 20% atau bertambah sebesar Rp 2,1 triliun pada 2016.
Hingga triwulan III-2015, posisi total kredit perseroan sebesar Rp 8,86 triliun dan DPK Rp 10,76 triliun. Menurut Fajar, komposisi portofolio kredit bank BUKU II ini akan terdiri dari 30% konsumer, 30% komersial 30%, dan sisa yang ada berasal dari segmen small medium enterprise (SME).
“Kalau untuk dana murah, kami memprediksi komposisi dapat meningkat dari 13% menjadi 15% dengan skema payroll dari debitor segmen korporasi,” kata Ahmad Fajar.
Selain itu, sebagai penunjang dana murah JTrust Bank akan menerbitkan promissary notes (PN) sebesar Rp 300 miliar sampai dengan Rp 500 miliar tahun depan. Untuk tahap awal, perseroan menerbitkan PN senilai Rp 300 miliar pada triwulan I-2016.
Penerbitan PN ini bertenor kurang dari 1 tahun. Ahmad Fajar bilang, beberapa bank di Jepang telah menyatakan minat untuk menjadi standby buyer PN yang akan diterbitkan tersebut. “Untuk penerbitan PN sudah izin dan disetujui OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” ucap Ahmad Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News