kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

30 September, syarat kredit konsumsi makin ketat


Rabu, 25 September 2013 / 14:58 WIB
30 September, syarat kredit konsumsi makin ketat
ILUSTRASI. andy.dwijayanto@kontan.co.id-Andy Dwijayanto / KONTAN-Tambang Bawah Tanah Freeport Bakal Membentang 1000 Km


Reporter: Dyah Megasari, Dea Chadiza Syafina |

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menerbitkan surat edaran penyempurnaan aturan uang muka kredit konsumsi. Penyempurnaan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Ketentuan ini mencabut ketentuan sebelumnya yaitu Surat Edaran No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 dan Surat Edaran No.14/33/DPbS tanggal 27 November 2012. Difi A Johansyah, menerangkan ketentuan ini akan berlaku efektif mulai 30 September 2013 serentak untuk bank konvensional, bank syariah dan unit usaha syariah.

Bank sentral menyempurnakan ketentuan Loan To Value (LTV) / Financing To Value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti.

“Kebijakan ini pada intinya bertujuan menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian,” papar Difi, Rabu (25/9).

Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan memperlambat laju peningkatan konsentrasi risiko kredit pada sektor properti serta mendorong penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.

BI juga mengklaim, ketentuan LTV/FTV juga bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti.

“Ketentuan ini dikecualikan bagi kredit/pembiayaan dalam rangka program perumahan pemerintah pusat maupun daerah,” ujar Difi.

Nasabah mencari celah KTA

Otoritas perbankan berterus terang, penyempurnaan ketentuan LTV/FTV ini dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.

Tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA) untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.

Untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity), BI menegaskan,  ketentuan yang baru akan memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif).

“Sasaran utama dari pengaturan dimaksud adalah mengantisipasi potensi risiko gagal bayar yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit,” ujar Difi.

Ada persyaratan tambahan

Penerapan LTV/FTV juga disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pengenaan persyaratan tambahan dalam proses pemberian kredit dan berlaku sama (equal treatment) baik untuk bank konvensional maupun bank syariah.

Persyaratan tambahan tersebut berupa kewajiban calon debitur/debitur untuk melaporkan seluruh fasilitas kredit konsumsi yang terkait dengan pemilikan properti atau beragun properti yang diterima dari bank yang sama atau bank lain ketika mengajukan permohonan kredit, untuk kemudian akan diperhitungkan dalam menentukan urutan fasilitas kredit serta besaran LTV/FTV yang dikenakan.

Secara ringkas, ketentuan LTV/FTV yang baru adalah sebagai berikut:

Ketentuan LTV/FTV yang baru juga mengatur : (1) perlakuan terhadap debitur suami istri; (2) perlakuan terhadap fasilitas kredit tambahan (top up) KPP sebelumnya atau pembiayaan baru berdasarkan properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya; serta (3) larangan bagi bank untuk memberikan fasilitas kredit/pembiayaan tambahan untuk pemenuhan uang muka kredit/pembiayaan pemilikan properti dan/atau kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti. Selain itu, diatur pula prinsip kehati-hatian dalam pemberian fasilitas kredit/pembiayaan pemilikan properti jika properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh yakni hanya diperkenankan pada pemberian fasilitas kredit pertama

Difi memastikan, ketentuan mengenai LTV/FTV akan disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi perekonomian serta perkembangan industri perbankan secara keseluruhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×