Reporter: Nina Dwiantika | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) melarang penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) untuk rumah kedua dan selanjutnya yang belum selesai dibangun tak cuma berlaku bagi bank konvesional. Aturan serupa berlaku bagi perbankan syariah.
Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI Edy Setiyadi memastikan, ketentuan larangan kredit rumah rumah kedua ke atas berstatus inden juga akan berlaku untuk bank syariah. Artinya, pada Oktober nanti, bank syariah harus menghadapi dua tantangan sekaligus dalam pembiayaan rumah. Pertama, kenaikan uang muka pembiayaan perumahan untuk rumah kedua ke atas. Kedua, larangan pembiayaan rumah kedua dan selanjutnya yang masih inden.
Presiden Group Head Bank DKI Syariah, Haryanto, mengatakan, aturan financing to value (FTV) rumah kedua akan berdampak pada pembiayaan pemilikan rumah di bank syariah. Namun, dampaknya tidak besar. Meskipun, porsi pembiayaan rumah di Bank DKI Syariah mencapai 50%-60% dari total pembiayaan. Haryanto beralasan, mayoritas pembiayaan rumah ditujukan untuk rumah pertama. "Pembiayaan rumah kedua hanya sedikit," terang Haryanto.
Namun, Haryanto belum dapat memperkirakan penurunan pembiayaan karena harus menunggu realisasi aturannya. Saat ini, pertumbuhan pembiayaan rumah di Bank DKI Syariah mencapai 25%-30% atau senilai Rp 900 miliar per Agustus 2013. Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing finance (NPF) di bawah 1%. "Kami juga akan melakukan pembiayaan pada sektor lain seperti mikro, menengah, korporasi, dan linkage untuk menyeimbangkan pembiayaan," tambah Haryanto.
Sementara, Direktur Bisnis Bank BNI Syariah Imam Teguh Saptono menilai, pembatasan FTV bagi rumah kedua akan berpengaruh pada laju pertumbuhan pembiayaan pemilikan rumah. Segmen pasar pembiayaan rumah akan bergeser ke rumah pertama sehingga ruang pertumbuhan lebih sempit. "Saya memperkirakan, laju pertumbuhan pembiayaan rumah tahun depan akan terkoreksi antara 30% sampai 40%," ucap Imam.
Hingga Agustus 2013, pembiayaan KPR BNI Syariah mencapai Rp 4,4 triliun. Porsi pembiayaan untuk rumah pertama sekitar 70%-80%. Target pembiayaan rumah hingga akhir tahun Rp 4,7 triliun , dengan rasio NPF sekitar 1,5%.
Kondisi di Bank OCBC NISP lain lagi. Head of Syariah Business Syariah Business Unit, Bank OCBC NISP, Koko T Rachmadi, menjelaskan, unit usaha syariah OCBC NISP fokus membiayai rumah jadi lantaran memakai akad musyarakah mutanaqisah (MMQ). Anak usaha ini menyalurkan pembiayaan rumah Rp 1,1 triliun per Agustus 2013, dengan rasio NPF di kisaran 0,6%-0,8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News