Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan pada 19 Mei 2025. Dalam SEOJK tersebut, tertuang salah satu ketentuan mengenai produk asuransi kesehatan harus memiliki skema co-payment atau pembagian risiko dalam layanan rawat jalan dan rawat inap.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyampaikan ketentuan pembagian risiko atau co-payment yang tertuang dalam SEOJK 7/2025 sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dan sudah ada sejak lama.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan mekanisme co-payment juga sudah diterapkan pada berbagai jenis produk asuransi di Indonesia.
Baca Juga: AAJI Nilai Adanya SEOJK Produk Asuransi Kesehatan Bisa Menekan Potensi Fraud
"Mekanisme co-payment bukan hal baru dan telah diterapkan di banyak jenis asuransi lain. Mekanisme itu juga diberlakukan pada jenis asuransi lain, seperti asuransi kendaraan, properti, dan lain sebagainya," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (13/6).
Lebih lanjut, Togar juga mengungkapkan mekanisme co-payment pada asuransi kesehatan sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia sebelum adanya SEOJK tersebut dan diterapkan juga di berbagai negara maju, seperti Jepang, Singapura, dan Jerman.
"Diterapkan juga pada beberapa kontrak asuransi kesehatan yang ada di Indonesia. Selain itu, banyak negara maju dan negara di Asia juga sudah menerapkan hal tersebut," ucapnya.
Togar menjelaskan mekanisme co-payment dalam produk asuransi kesehatan tidak dimaksudkan untuk membebani nasabah. Namun, dia menilai ketentuan itu justru dapat mendorong keterlibatan aktif nasabah dalam memilih layanan kesehatan yang tepat guna dan sesuai kebutuhan medis.
"Hal itu juga bertujuan mengurangi risiko overtreatment yang selama ini menjadi salah satu penyebab naiknya beban klaim," tuturnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menerangkan tujuan dari adanya ketentuan tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas.
Baca Juga: OJK Perkirakan Fraud Asuransi Kesehatan 5% dari Total Klaim, Ini Kata AAUI
"Selain itu, akan mendorong premi asuransi kesehatan yang affordable atau lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik," ungkapnya dalam keterangan resmi, Kamis (5/6).
Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, termasuk Indonesia, Ismail menyampaikan mekanisme co-payment atau deductible akan mendorong peningkatan awareness pemegang polis atau tertanggung dalam memanfaatkan layanan medis yang ditawarkan oleh fasilitas kesehatan.
Sebagai informasi, ketentuan soal co-payment produk asuransi kesehatan tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
Dalam SEOJK itu disebutkan produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum untuk rawat jalan sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim dan rawat inap sebesar Rp 3 juta per pengajuan klaim.
Selanjutnya: India Jadi Negara Peringkat Ke-4 di Dunia yang Banyak Dihuni Orang Super Kaya
Menarik Dibaca: Ini Dia Gift Code Ojol The Game 15 Juni 2025 yang Anda Cari, Cek yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News