kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.918   12,00   0,08%
  • IDX 7.194   53,44   0,75%
  • KOMPAS100 1.105   10,45   0,95%
  • LQ45 877   11,00   1,27%
  • ISSI 221   0,83   0,38%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 540   5,09   0,95%
  • IDX80 127   1,35   1,07%
  • IDXV30 134   0,22   0,17%
  • IDXQ30 149   1,57   1,07%

AAUI: Komite pengarah TI bisa bantu digitalisasi industri asuransi lebih efektif


Rabu, 07 April 2021 / 15:57 WIB
AAUI: Komite pengarah TI bisa bantu digitalisasi industri asuransi lebih efektif
ILUSTRASI. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai, adanya Komite Pengarah TI bisa membantu digitalisasi industri asuransi lebih efektif.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 4/POJK.05/2021 mengenai manajemen risiko penggunaan teknologi informasi (TI). Dalam beleid itu, OJK mewajibkan lembaga jasa keuangan non bank (LJKNB) yang memiliki aset di atas Rp 1 triliun untuk memiliki komite pengarah TI.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai, pembentukan Komite TI tersebut dapat membantu proses digitalisasi industri asuransi agar lebih efektif.

Direktur AAUI Dody AS Dalimunthe mengatakan, saat ini industri asuransi sedang gencar memanfaatkan TI untuk menunjang efektivitas dan efisiensi bisnis. Hanya saja, pemanfaatan TI harus diiringi dengan pengelolaan yang tepat dan relevan agar meminimalisasi risiko-risiko yang mungkin timbul.

“Perusahaan yang memiliki spesialis TI dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan arsitektur dan infrastruktur akan berpotensi sebagai perusahaan yang memiliki efektivitas paling baik,” ujar Dody kepada Kontan.co.id, Rabu (7/4).

Baca Juga: Dalam POJK manajemen risiko TI, OJK wajibkan adanya komite pengarah TI di IKNB

Dody mengakui implementasi TI dalam industri asuransi memiliki kelemahan pada sistem. Ia bilang dengan adanya kewajiban perusahaan memiliki komite pengarah TI dapat menyusun tindak lanjut atas kerentanan-kerentanan yang terjadi dalam implementasi TI.

“Ketika teknologi dikaitkan dengan keamanan sistem, maka kelemahan sistem tersebut menjadi lebih rumit dan sulit untuk ditemukan dan dilindungi. Untuk itulah maka perusahaan harus melakukan mitigasi terhadap sejumlah ancaman untuk menemukan kerentanan-kerentanan yang baru,” jelas Dody.

Sejalan dengan terbitnya POJK 4/2021 yang merupakan harmonisasi atas beberapa peraturan TI, Dody juga berharap agar OJK juga menyusun regulasi tentang harmonisasi implementasi teknologi digital di industri perasuransian.

“Hal ini agar dapat mewujudkan ekosistem insurtech di perasuransian Indonesia,” imbuh Dody.

Selanjutnya: Diwajibkan memiliki komite pengarah TI, ini tanggapan perusahaan asuransi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×