kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada BPRS dalam pengawasan khusus


Kamis, 27 Juni 2013 / 11:55 WIB
Ada BPRS dalam pengawasan khusus
Bintangi film Spider-Man: No Way Home, Willem Dafoe pemeran Green Goblin puji Tom Holland sebagai Spider-Man.


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |

JAKARTA. Ada Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang terbilang tak sehat. Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menyatakan, ada BRPS di daerah Sumatera yang masuk kategori pengawasan khusus.

"Ada BPRS yang dalam Pengawasan Khusus (PK). Tapi masih ada keinginan dari pemilik untuk memperbaiki," ucap anggota Asbisindo, Cahyo Kartiko, di Ballroom Hotel Ritz Carlton, Kamis, (27/6).

Ia menyampaikan bahwa terdapat permasalahan Good Corporate Governance (GCG) dalam pengurusan BPRS tersebut. Mereka cenderung lalai dalam pelaksanaan kepemimpinan dan manajemen perusahaan. Selain itu juga tak ada transparansi dalam laporan keuangannya.

Modal BPRS tersebut pun terus menipis. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya merosot hingga kurang dari 4%. Sedangkan posisi normalnya CAR perbankan yaitu 8%. Penipisan modal ini diakibatkan biaya yang lebih besar daripada pendapatan.

Kemudian, Non Performing Financing (NPF) BPRS itu melonjak hingga 50%. Cahyo bercerita, dulu bahkan ada BPRS sakit yang menginjak level NPF hingga 90%. Padahal rata-rata NPF BPRS yaitu sekitar 10%.

Dalam kondisi PK ini, bank tidak boleh menjalankan bisnis baru. BPRS hanya bisa menyelesaikan bisnis lamanya atau dapat juga melakukan melalui konsolidasi.

Bank Indonesia (BI) memberi waktu 6 bulan bagi bank yang masuk kategori PK untuk memperbaiki kebobrokannya. Cahyo bilang, nanti waktu tersebut dapat diperpanjang menjadi setahun. Caranya untuk keluar dari masalah yaitu bisa melalui konsolidasi atau penyertaaan modal dari pemegang saham lama atau baru.

Meski begitu, ia beranggapan bahwa BPRS yang sakit ini tak akan berdampak sistemik terhadap lembaga keuangan nasional. Menurutnya, BPRS terlalu kecil untuk dapat menyebabkan dampak sistemik. Pasalnya, aset BPRS pun terbilang masih rendah. Cahyo bilang, BPRS dengan aset di atas Rp 100 miliar saja jumlahnya tak mencapai 10 bank.

Secara keseluruhan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mencabut izin 2 BPRS dari total 50 bank konvensional dan syariah. "Rasio tersebut menunjukkan tingkat potensi kegagalan BPR Syariah lebih rendah dibanding konvensional," sebut Komisioner LPS, Heru Budiargo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×