kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbankan masih tahan melawan krisis


Selasa, 25 Juni 2013 / 10:39 WIB
Perbankan masih tahan melawan krisis
ILUSTRASI. Petugas membersihkan lantai di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/1/2022). . ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.


Reporter: Nina Dwiantika |

JAKARTA. Prospek industri perbankan Indonesia terus membaik. Satu indikatornya, hasil uji ketahanan (stress test) Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, di awal tahun ini industri perbankan masih aman dari hantaman krisis ekonomi global yang mulai berimbas ke penurunan aktivitas ekonomi domestik. Krisis global berefek ke perlambatan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga perbankan nasional, tapi rasio kecukupan modal (CAR) bank tetap kuat.

Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan rasio kecukupan modal atau kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) perbankan masih mampu menyerap risiko kredit dan risiko pasar, meski ada beberapa bank mengalami tekanan modal.

Mengacu ke data BI per April 2013, rasio pemenuhan kecukupan modal minimum naik 77 basis poin (bps) menjadi 18,74%, sedangkan rasio modal inti terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) naik 83 bps menjadi 16,94%. "Risiko kredit merupakan risiko paling signifikan. Namun berdasarkan skenario baseline hasil stress test kami terhadap risiko kredit menunjukkan, perbankan masih mampu menahan risiko kredit tersebut," papar Halim, Senin (24/6). Sebagai catatan, rasio kredit bermasalah pada seluruh sektor kredit naik 3,64% menjadi Rp 55,28 triliun dari periode sama tahun sebelumnya senilai Rp 53,33 triliun.

Adapun hasil stress test menunjukkan, rasio permodalan bank akan turun 123 bps atau terjaga pada level 17%, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 0%. Jika produk domestik bruto (PDB) minus 2% sampai 3%, rasio modal ada di atas 18%, jauh dari batas minimum permodalan bank sebesar 8%. "Jika terjadi skenario tersebut, ke depan modal bank masih cukup aman," tambah Halim.

Ekonom dan pengamat perbankan, Agustinus Prasetyantoko, mengatakan saat ini tak semua pemegang saham mengucurkan modal ke bank dalam jumlah besar untuk ekspansi. Alhasil, bank mencari alternatif pendanaan di pasar modal, seperti menerbitkan surat utang, menerbitkan saham baru, melakukan konsolidasi atau mencari investor baru melalui strategic sale. "Bank membutuhkan modal untuk ekspansi," kata dia.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, pernah menyampaikan, perbankan memang membutuhkan modal besar agar mampu ekspansi. Cara untuk memperbesar modal adalah mengerek pendapatan margin bunga atau net interest margin (NIM), mengurangi jatah dividen ke investor serta menekan biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Di sisi lain, sumber dana pihak ketiga bank kian menyusut, padahal dana itu merupakan sumber untuk mengucurkan kredit selain dari modal.

Halim menyampaikan, perbankan akan menaikkan tingkat bunga simpanan karena beberapa alasan, seperti likuiditas ketat. Selain itu, ada kenaikan beruntun berupa tarif listrik, upah buruh dan bahan bakar minyak. "Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat menyebabkan bank berkompetisi mencari sumber pendanaan, sehingga akan ada kendala pada efisiensi perbankan," tutur Halim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×