Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus novasi yang terjadi di PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) kini memasuki babak baru. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memanggil manajemen BTN yang dinakhodai oleh Pahala N. Mansury dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara tertutup bersama Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).
Berdasarkan penuturan Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno pemanggilan ini salah satunya dilangsungkan untuk menindaklanjuti sekaligus menggali informasi terkait laporan serikat pekerja Bank BTN mengenai dugaan window dressing yang dilakukan perusahaan.
Baca Juga: OJK masih bahas aturan baru soal modal bank umum
Nah setidaknya, ada tiga temuan yang dibahas oleh DPR dengan pihak manajemen BTN mengenai laporan dari Serikat Pekerja BTN. Pertama, adanya pemberian kredit pada termin pertama senilai Rp 100 miliar yang tidak sesuai peruntukannya.
Kemudian, adanya penambahan kredit alias top-up kepada PT Batam Island Marina (BIM) senilai Rp 200 miliar yang dilakukan oleh BTN.
"Ini kan tidak sesuai, ada pemberian kredit untuk pembangunan bangunan mewah. BTN harusnya kan fokus ke perumahan rakyat," katanya saat ditemui di Jakarta, Senin (3/2).
Dari kedua hal ini, penyaluran kredit BTN tidak berdasarkan analisa kredit yang akurat.
Baca Juga: DPR minta penyelesaian kasus gagal bayar Jiwasraya tuntas pada 2023
Hendarawan melanjutkan, hal terakhir yang dibahas yakni adanya dugaan pemolesan laporan keuangan BTN tahun 2018, yakni berupa penjualan kredit bermasalah perusahaan, kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). BTN juga disebutkan memberikan kredit kepada PPA terkait pembelian kredit bermasalah itu.
"Ini laporan dari Serikat Pekerja. Tahun 2018 ada praktek window dressing, kredit dicairkan Rp 100 miliar pada Desember 2014, lalu ditambah (top-up) lagi sebesar Rp 200 miliar pada September 2015," imbuhnya.