Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Asuransi Adira Dinamika atau Adira Insurance memproyeksikan bisnis asuransi marine cargo bisa tumbuh positif hingga akhir tahun 2018.
Apalagi, tren positif tersebut disokong oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 48 tahun 2018, yang akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2018. Aturan ini mengatur kewajiban penggunaan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor dan impor barang tertentu, seperti batubara dan minyak kelapa sawit (CPO).
“Kebijakan ini otomatis bisa menjadi peluang bagi asuransi Indonesia dalam menjamin risiko pengangkutan ekspor kelapa sawit. Ini bisa jadi kesempatan terbuka bagi perusahaan asuransi yang siap menjamin risiko atau kerugian pengangkutan di seluruh dunia,” kata Direktur Utama Adira Insurance Julian Noor kepada Kontan.co.id, Minggu (22/7).
Adira Insurance, sebagai pemain di asuransi pengangkutan, tidak akan melepaskan kesempatan ini menjadi peluang bisnis yang menggiurkan. Perusahaan akan menjalankan bisnis ini, baik secara mandiri maupun konsorsium perusahaan perasuransian nasional.
Ia percaya, pemberlakukan Permendag tersebut bisa menggenjot bisnis asuransi pengangkutan di tahun ini meski belum bisa dipastikan berapa nilai kenaikannya. Peraturan ini belum diberlakukan dan masih menunggu mekanisme yang ditetapkan seperti apa.
Saat ini Adiran Insurance lebih banyak menjamin risiko pengiriman barang antarpulau di Indonesia. Sedangkan pengiriman barang ke luar negeri atau ekspor masih minim.
“Lebih banyak menjamin risiko untuk pengangkutan di dalam negeri seperti meng-handle barang milik JNE. Kami sebagai pemain utama jasa pengangkutan, sangat berperan dalam pengiriman barang online yang sedang tren saat ini,” jelasnya.
Adira Insurance memberikan perlindungan terhadap risiko kerugian finansial yang mungkin terjadi saat proses pengiriman barang melalui jalur darat, laut maupun udara. Seperti perlindungan akibat kecelakaan, kappal tenggelam atau karam, kebakaran, ledakan, lepasnya rel kereta, pencurian, dan akibat bencana alam.
Meski demikian, ia belum mau menjelaskan secara rinci terkait pencapaian premi pengangkutan di semester pertama 2018. Yang pasti, diharapkan bisnis asuransi pengangkutan tumbuh dobel digit dibandingkan tahun lalu.
Di sisi lain, pemberlakukan Permendag Nomor 48 tahun 2018 masih menghadapi sejumlah tantangan. Julian menilai, pelaksanaan aturan ini masih memerlukan kerja sama antara perusahaan asuransi dengan pihak ketiga di luar negeri, ketika terjadi musibah atau kerugian.
Di samping itu, diperlukan juga dukungan dari perusahaan reasuransi untuk menanggung nilai pertanggungan risiko yang jumlahnya besar, sehingga harus ada penyebaran risiko atau spreading risk.
Awalnya, kegiatan pengangkutan ekspor masih dipegang oleh perusahaan asuransi luar negeri, karena sistem yang dipakai free on board (FOB). Suatu sistem bisnis internasional, di mana penetapan kewajiban, biaya, pengangkutan dan risiko pengiriman barang ditanggung oleh pembeli.
“Dalam sistem perdagangan internasional, memang pembeli dari luar negeri memiliki hak untuk mengatur pengangkutan termasuk asuransinya. Ini berkaitan dengan posisi tawar antara pembeli dan penjual juga,” jelas Julian.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah melalui Permendag Nomor 48 tahun 2018 berharap asuransi nasional punya kapasitas besar menangani penjaminan pengakutan barang, pada kegiatan ekspor maupun impor.
Oleh karenanya, agar Permendag tersebut bisa berjalan mulus, Indonesia harus mempunyai komoditas andalan yang tidak dimiliki negara lain. Dengan begitu, perusahaan asuransi nasional punya posisi yang kuat untuk mengatur risiko kegiatan ekspor tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News