Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir pekan lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara terkait status mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya, Adrian Asharyanto Gunadi, yang menjadi Chief Executive Officer (CEO) JTA Investree Doha.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi mengatakan, OJK menyesalkan pemberian izin oleh instansi terkait di Qatar kepada Adrian. Mengingat status hukumnya di Indonesia.
"OJK akan meningkatkan dan melanjutkan koordinasi dan kerjasama dengan aparat penegak hukum dan berbagai pihak di dalam dan luar negeri menyikapi hal tersebut. Termasuk memulangkan Adrian ke Tanah Air untuk meminta pertanggungjawabannya, baik secara pidana maupun perdata," ungkapnya dalam keterangan resmi, Jumat (25/7/2025).
Menurutnya, saat ini Adrian telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), serta berstatus red notice. Menurut sumber lain, Bareskrim Polri sedang memproses mempublikasikan status tersebut di situs Interpol.
Adrian sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penghimpunan dana tanpa izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 Undang-Undang Perbankan yang merupakan tindak lanjut dari proses penyidikan yang dilakukan oleh Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (DPJK) OJK.
Baca Juga: Nama Adrian Gunadi Tak Masuk Red Notice Interpol dan Muncul di Doha, Ini Kata OJK
Nah, sebenarnya apa red notice itu dan benarkah ada larangan mengangkat seseorang yang masuk DPO? Andre Rahadian Partner dan salah satu Founding Member di kantor hukum Dentons HPRP menjelaskan, dari segi hukum, red notice adalah cara formal meminta lewat organisasin kepolisian internasional alias interpol agar mencari dan kalo mungkin menngkap orang yg diduga melakukan kejahatan atau yang sudah diputus bersalah oleh pengadilan
"Ini mengikat semua negara yang bergabung dengan sistem interpol. Mekanisme penangkapan tergantung negara masing-masing. Perjanjian ekstradisi berpengaruh dalam mengembalikan orang tersebut," terang Andre, Sabtu (26/7) malam.
Adanya penyidikan atau gugatan perdata sebenarnya sudah cukup untuk pengembalian orang dalam red notice. "Tapi, sebelum ada putusan tetap, orang yg jadi subjek red notice bisa melawan," lanjut Andre.
Penangkapan dilakukan otoritas di mana si subjek red notice berada. Polisi Indonesia tidak bisa, makanya menggunakan red notice. Jika sudah tertangkap baru polisi menjemput setelah perjanjian penyerahan tersangka. Nah, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) juga berperan
"Praktiknya, memang jika belum ada putusan pengadilan, otoritas negara asing enggak mau nangkap dan menyerahkan. Apalagi di kasus Adrian, unsur besarnya ekonomi, perlu dibuktikan dulu ada kriminalnya," kata Andre lagi.
Apalagi hubungan diplomasi kita dgn Qatar sangat baik, mestinya ini bisa jadi peluang membawa balik yang bersangkutan diproses secara hukum.
"Dengan kondisi peradilan yg tengah disorot, mungkin jadi pertimbangan otoritas asing juga. Selain memang belum mulai dari sisi investigasi dan menyatakan kerugian atau kejahatannya," ujarnya.
Dengan kata lain, bola sekarang ada di tangan kepolisian untuk memproses kasus Adrian, termasuk memulangkannya. Kalau ini perlu kerjasama dengan pihak Kemenlu.
Selanjutnya: Kementerian ESDM Ungkap Cadangan Batubara Indonesia Tembus 31,9 Miliar Ton
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 28-31 Juli 2025, Anggur Red Globe-Semangka Merah Diskon 30%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News