Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) sukses menggelar AFPI CEO Forum 2024 dengan tema “Managing the Wave of Indonesia Post-Election” di Pullman Thamrin Jakarta.
Forum ini dihadiri oleh para CEO Penyelenggara fintech lending anggota AFPI, regulator, kementerian dan lembaga, serta para pakar industri keuangan.
AFPI CEO Forum 2024 yang digelar pada 6 Agustus 2024 telah berhasil menjadi titik temu bagi para pelaku industri fintech lending untuk membahas berbagai tantangan dan peluang di masa depan.
Forum ini menyoroti pentingnya adaptasi terhadap dinamika pasar yang semakin cepat.
Salah satu poin penting yang mengemuka adalah komitmen bersama untuk memberantas praktik pinjaman online ilegal dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
Baca Juga: Begini Tanggapan Perusahaan Fintech Soal Peraturan OJK Tentang SLIK
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar dalam sambutannya menyampaikan, “AFPI CEO Forum 2024 menjadi ajang bagi para pelaku industri fintech lending untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Kami berkomitmen untuk terus memerangi pinjol dan mendorong akses pendanaan yang lebih luas di Indonesia.”
Sebagai bukti nyata kehadirannya sebagai solusi alternatif pendanaan, AFPI menghadirkan produk-produk UMKM penerima manfaat fintech lending pada AFPI CEO Forum 2024.
Produk tersebut beragam dari cemilan keripik, kerajinan tangan, kriya, serta apparel, yang dipamerkan pada booth #FintechLendingBuatUMKM. Para UMKM ini telah terbantu mengembangkan usahanya melalui pendanaan yang didapat dari fintech lending.
Peran regulator dalam menjaga stabilitas ekosistem keuangan digital menjadi sorotan utama dalam AFPI CEO Forum 2024.
Kehadiran Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman, sebagai salah satu keynote speaker memberikan gambaran yang jelas mengenai arah kebijakan regulator ke depan, dan menekankan bahwa fintech lending memiliki potensi pertumbuhan yang besar.
Baca Juga: OJK Terbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2024 tentang SLIK, Ini Respons AFPI
“Melalui amanah UU P2SK, kita harus melakukan penguatan-penguatan. Termasuk perbaikan tata kelola dan perbaikan pelindungan konsumen.” ujar Agusman pada sambutannya.
Ia menambahkan tentang dukungan yang diberikan OJK terhadap industri untuk mencari branding baru supaya bisa mengisolasi mana yang dikonotasikan sangat negatif di tengah masyarakat yang sering disebut sebagai pinjol, dengan yang betul-betul membantu perekonomian dan sektor keuangan yang menyentuh grassroot perekonomian untuk orang-orang yang akses lending-nya masih terbatas.
“Fintech lending pertumbuhannya mencapai 26% (YoY), berarti ini adalah institusi keuangan yang paling tinggi pertumbuhannya di negeri ini. Dengan kualitas NPL terjaga 2,7%, kami yakin ini adalah kerja keras dari pelaku ekosistem industri untuk membuat industri ini survive jangka Panjang,” tambahnya.
Hadir pula secara virtual untuk menyampaikan sambutannya, Menteri Keuangan Periode 2013-2014 yang juga Anggota Dewan Penasihat AFPI Dr. Chatib Basri, yang memberikan sambutannya dalam 3 perspektif, yaitu kondisi ekonomi global, dampaknya pada ekonomi Indonesia, dan bagaimana kondisi ekonomi Indonesia pasca pemilu.
“Kita mungkin berhadapan dengan kondisi di mana tingkat bunga masih akan relatif tinggi sampai dengan akhir tahun, dan ini punya dampak kepada industri fintech. Dalam kondisi seperti ini cost of fund akan menjadi relatif mahal, maka mau tidak mau setiap company fintech harus menerapkan strategi path to profitability.”
Baca Juga: Bertambah Lagi, Fintech Lending dengan TWP90 di Atas 5% Jadi 19 Penyelenggara
Chatib menambahkan, walau di tengah berbagai guncangan dan tekanan ekonomi global, ekonomi Indonesia masih cenderung resilience dan Ia cukup optimis akan pertumbuhan di kisaran 5% pada tahun 2024.
“India punya kemiripan dengan Indonesia, jumlah penduduk yang besar, vibrant democracy, bureaucratic hurdles. Tetapi yang menarik dari India adalah mereka berhasil melakukan technology diffusion, membuat teknologi menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Dalam konteks ini, peran dari AFPI menjadi sangat krusial untuk meningkatkan produktivitas, untuk meningkatkan financial inclusion.” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama dalam pidato kuncinya, Prof. Yusril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara Periode 2004-2007 dan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran, memberikan perspektif mengenai kerangka hukum yang mendukung pertumbuhan industri fintech di Indonesia.
“Kemajuan perkembangan di bidang teknologi begitu cepat mempengaruhi aktivitas-aktivitas ekonomi. Tapi kecepatan kita untuk mengatur hal itu dan mengantisipasinya dengan norma-norma hukum, kadang-kadang sangat jauh tertinggal dan terlambat. Apalagi kalau kita membentuk Undang-undang, prosesnya panjang dan lama sekali,” ujar Yusril.
Ia berharap Presiden baru terpilih dapat melakukan suatu terobosan di bidang birokrasi dan hukum, karena jika hal tersebut dilakukan, akan membawa dampak yang cukup besar dalam menopang pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: OJK Catat Laba Fintech Lending Sebesar Rp 337,15 Miliar Per Juni 2024
“Masyarakat awam masih belum cukup memahami tentang kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh fintech, sehingga timbul kesan bahwa apa bedanya fintech dengan pinjol? Saya kira ini harus dibicarakan oleh pemerintah yang akan datang untuk membuat peraturan-peraturan yang sefleksibel mungkin, tapi dapat meng-cover kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebelumnya tidak ada di negara kita, termasuk kegiatan fintech ini,” tambahnya sebelum menutup sambutan.
Forum yang didukung oleh PT Tongdun Technology Indonesia ini juga menghadirkan sesi panel diskusi yang menarik. Para pakar membahas strategi pertumbuhan berkelanjutan untuk industri fintech lending.
Mereka menyoroti pentingnya inovasi, kolaborasi, dan penguatan tata kelola perusahaan dalam mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan, serta menganalisis dampak fintech lending terhadap perekonomian Indonesia dan upaya mengatasi permasalahan pinjol ilegal.
Hingga Mei 2024, industri fintech lending tercatat telah menyalurkan Rp874,5 triliun kepada 129 juta peminjam di Indonesia, dengan porsi penyaluran sektor produktif sebesar 30,61%.
Menurut riset EY MSME Market Study & Policy Advocacy, diproyeksikan total kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 akan mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan supply hanya Rp1.900 triliun. Artinya terdapat selisih atau gap sebesar Rp2.400 triliun dari total kebutuhan pembiayaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News