Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdiskusi bersama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk membahas arah baru pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk petani seperti nelayan, peternak, pekebun, melalui ekosistem berbasis digital.
Tujuannya untuk memberdayakan dan membuat mudah para UMKM dan petani dalam mengembangkan usahanya.
Baca Juga: AFSI targetkan penyaluran pembiayaan fintech syariah capai Rp 4,6 triliun
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan pertumbuhan ekonomi (GDP) Indonesia saat ini 60% adalah dari sektor UMKM, hampir 95% penyerapan tenaga kerja juga dari sektor UMKM. Namun terjadi gap terhadap akses keuangan dan kolateral di ekosistem petani, sehingga hidup petani sulit untuk menjadi makmur.
“Disinilah fintech peer to peer (P2P) lending hadir untuk menyalurkan pinjaman bagi masyarakat yang belum tersentuh lembaga keuangan informal seperti perbankan atau unbanked yang kebanyakan adalah pelaku UMKM termasuk petani,” kata Hendrikus dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Jumat (24/1).
Hendrikus juga turut memberikan sosialisasi tentang perkembangan regulasi OJK untuk pengaturan fintech, agar memperjelas perbedaan antara fintech P2P lending dengan startup digital lainnya seperti startup fintech payment, e-money, e-commerce yang sering dipersamakan, padahal memiliki peran berbeda.
Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, ada tiga isu strategis yang dibahas dalam pertemuannya dan akan dibantu oleh Kepala Staf Kepresidenan salah satunya adalah: pertama, untuk terbitnya undang-undang (UU) data privasi karena saat ini adalah era digital, supaya memberikan rasa kepercayaan kepada user yang menggunakan layanan keuangan digital.
Baca Juga: Perbankan optimistis bisnis cash management tumbuh dua digit
"Kedua, perlunya UU yang mengatur industri fintech, dimana fintech P2P lending saat ini hanya memiliki perangkat aturan OJK, akan ditingkatkan lagi dalam bentuk UU seperti layaknya jasa keuangan lain seperti perbankan, asuransi, multifinance yang sudah memiliki UU jasa keuangan terkait industrinya masing-masing," kata Sunu.
Ketiga, akses data dukcapil biometric yakni untuk kecepatan layanan, maupun verifikasi dibutuhkan interkoneksi yang baik. Sunu juga mengatakan, bahwa Moeldoko sangat mendukung AFPI bersama OJK terus mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa fintech berperan penting.
“Diharapkan dengan kita bisa bersinergi antara asosiasi, pelaku industri fintech maupun regulator OJK, didukung Kepala Staf Kepresidenan dan instansi pemerintah lainnya, diharapkan ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi rakyat maupun memberikan sumbangan kontribusi kepada peningkatan ekonomi Indonesia secara luas,”kata Sunu.
Baca Juga: BI: Stabilitas sistem keuangan kian terjaga, meski kredit bank masih seret
Saat ini sudah ada 164 perusahaan penyelenggara fintech lending yang terdaftar dan 25 berizin OJK dan menjadi anggota AFPI. Berdasarkan data OJK hingga November 2019, total penyaluran pinjaman dari fintech lending mencapai Rp 74 triliun, meningkat 228% secara year to date (ytd).
Rekening lender (pemberi pinjaman) juga meningkat 185,13% menjadi 591.662 entitas. Begitu juga rekening borrower (peminjam) bertambah 295,58% menjadi 17.244.998 entitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News