Reporter: Feri Kristianto | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Sengketa Allianz Life Indonesia dengan salah seorang nasabahnya, Indaryati S.A Motik, menuai komentar dari Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). Badan yang menjadi penengah antara industri dan nasabah ini menilai, Allianz harus bertanggungjawab. BMAI merujuk kepada beleid perasuransian yang menyebutkan, agen asuransi merupakan kepanjangan tangan perusahaan. Artinya, kenakalan agen secara tidak langsung membuktikan kesalahan di manajemen, sehingga perusahaan harus ikut bertanggungjawab.
Ketut Sendra, Sekretaris BMAI, mengatakan agen memang tidak boleh menerima titipan pembayaran premi dari nasabah. Tetapi, informasi semacam itu hanya diketahui oleh agen dan perusahaan. Dalam kasus ini, nasabah berada di luar perjanjian antara keduanya. Terkecuali, perusahaan asuransi aktif memberikan informasi kepada nasabahnya, tentang aturan main pembayaran polis.
Karena aturan main hanya diketahui agen, nasabah yang dicurangi agen berhak meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan. Dalam kasus ini, nasabah tidak bisa mengandalkan BMAI. Badan yang juga merupakan bagian industri perasuransian ini tidak mempunyai hak turut campur. Kewenangan BMAI hanya terkait sengketa klaim asuransi. "Solusinya meminta pertanggungjawaban karena di luar wewenang kami," katanya kepada KONTAN, Rabu (17/4).
Ketut Sendra menduga, kasus serupa tidak hanya terjadi di Allianz Life Indonesia. Hanya saja nasabah tidak mengadukan karena masuk kategori pidana, sehingga kasus bergulir ke kepolisian.
Di BMAI, laporan agen nakal terbilang banyak. Pengaduan terbanyak terkait pemalsuan data nasabah. Misalnya, riwayat sakit tidak tercatat. Jumlah pengaduan seperti itu pada tahun 2012, mencapai 32 aduan. Sedangkan per akhir Maret 2013 baru satu laporan masuk.
Frans Lamury, Ketua BMAI, berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperhatikan masalah ini. Kasus tersebut merupakan ujian regulator dalam memenuhi janji-janjinya untuk meningkatkan perlindungan ke nasabah.
Dia juga berharap, OJK memiliki resep regulasi yang jitu agar persoalan seperti ini tidak terulang lagi. Selama ini, kasus agen nakal tetap marak karena belum ada standar pengaturan. Nasabah terkadang berjuang sendiri ke perusahaan, lantaran BMAI tidak berwenang.
Frans khawatir, jika belum ada standar penyelesaian kasus agen nakal, citra industri perasuransian bisa terancam. Maklum, jumlah agen di asuransi jiwa sangat banyak. Selain itu, jalur keagenan saat ini masih menjadi penopang utama penjualan, selain lewat bank (bancassurance). "Kami juga menunggu perkembangan dari OJK," terangnya.
Catatan saja, Indaryati mengaku uang premi yang rutin dia bayarkan ditilep agennya. Akibatnya, polis asuransinya lapse alias tidak aktif lagi. Kerugian yang diderita mencapai ribuan dollar.
Pihak Allianz Life Indonesia sudah mengusut kasus ini dan menyatakan kesediaan mengganti sebesar 70% dari uang premi yang dibayarkan. Manajemen asuransi asal Jerman ini juga akan mempolisikan dan memecat agen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News