Reporter: Christine Novita Nababan |
JAKARTA. Ancaman Surat Edaran Bank Indonesia (BI) Nomor 21/35/DPNP terhadap penjualan produk asuransi yang dilego lewat jalur distribusi bank atau bancassurance masih menjadi pertanyaan besar di kalangan pelaku industri asuransi.
Kebijakan yang diterbitkan pada 23 Desember 2010 lalu itu masih menjadi topik hangat antara pelaku industri, asosiasi terkait dan regulator.
Dalam pembahasan tersebut, regulator memberi tenggat waktu paling lambat hingga akhir semester pertama 2011. Tujuannya agar pelaku industri melakukan penyesuaian produk-produk bancassurance yang dimilikinya.
Sebagai contoh, produk asuransi berbalut investasi atawa unit link yang dominasi investasinya pada portofolio saham. Tak hanya saham, instrumen lain yang dikenal fluktuatif dan berisiko tinggi bakal dikaji ulang. Langkah ini diambil dengan niat nasabah tak merasa dirugikan atau tertipu dengan iming-iming return.
“Industri dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) masih bingung dengan maksud dan penerapan teknis kebijakan regulasi dari bank sentral tersebut,” ujar Presiden Direktur Sun Life Financial Indonesia Bert Paterson, Senin (24/1).
Sebab, bank yang melakukan aktivitas penjualan produk asuransi harus menyediakan pejabat khusus bersertifikat dari AAJI. Pejabat itu yang nantinya memegang tanggung jawab jika terjadi masalah mengenai produk bancassurance.
Jika ketentuan itu tidak dipenuhi, BI bakal menghentikan segala aktivitas bisnis terkait penjualan produk asuransi yang dipasarkan melalui jalur distribusi bank. “Ini tentunya ancaman bagi pelaku industri asuransi, termasuk bagi produk bancassurance itu sendiri,” terang Bert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News