Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Ruisa Khoiriyah
JAKARTA.
Nasib pembahasan skema koordinasi manfaat alias coordination of benefit (CoB) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan industri asuransi komersial hingga kini masih buntu. Pelaku industri asuransi komersial masih menaruh harap pembahasan CoB dapat dilanjutkan dan berujung pada titik temu.
Adi Purnomo Wijaya, pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur Avrist Insurance, menuturkan, pelaku industri asuransi swasta akan tetap berjuang agar pembahasan skema CoB bisa menemui kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak. "Ini juga demi kepentingan masyarakat yang sudah menjadi peserta asuransi swasta," ujar Adi kepada KONTAN, pekan lalu.
Industri mengharapkan ada pihak yang memiliki kompetensi mendudukkan para pemangku kepentingan terkait skema koordinasi manfaat BPJS Kesehatan. "Industri ingin ada pertemuan lagi dengan pihak-pihak terkait," imbuh Adi.
Sedikit kilas balik, pembahasan skema koordinasi manfaat BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta macet akibat terjadi perbedaan pendapat yang meruncing. Ada dua hal yang menjadi penyebab deadlock pembahasan CoB BPJS Kesehatan. Pertama, tentang sistem rujukan berjenjang (managed care). Dalam alur layanan BPJS Ketenagakerjaan, setiap peserta sudah ditentukan rujukan fasilitas kesehatan (faskes) atau provider yang bisa dia tuju.
Sistem itu dinilai sulit bagi peserta asuransi swasta. Maka itu, asuransi swasta mengusulkan agar peserta bisa mengakses layanan di provider non-BPJS Kesehatan. “Kalau ada selisih klaim, asuransi swasta menanggung,” kata Adi.
Industri meminta agar faskes yang sudah bekerjasama dengan asuransi swasta, bisa digolongkan sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP).
Kedua, adalah tentang dasar hukum pelaksanaan CoB. Sekitar Oktober 2014, BPJS Kesehatan merilis addendum atas perjanjian kerjasama yang sudah ditandatangani dengan asuransi swasta. Klausul baru itu menegaskan lagi sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan.
Addendum itu juga menyebut, sebuah badan usaha harus mendaftar sendiri kepesertaan karyawan mereka di BPJS Kesehatan karena sifatnya adalah wajib (mandatory).
Lagi-lagi, itu mementahkan langkah asuransi komersial yang semula hendak turut serta menjaring kepesertaan BPJS Kesehatan badan usaha.
Permasalahan makin meruncing ketika Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menilai bahwa CoB tidak memiliki dasar dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News