Reporter: Mona Tobing |
JAKARTA. Multifinance spesialis pembiayaan kendaraan roda empat meraih lonjakan laba menggembirakan. Laba mereka tahun 2012 tumbuh impresif, lantaran manajemen sukses merestrukrisasi kredit macet sekaligus mengendalikan potensi kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dengan memperketat proses seleksi debitur.
Kondisi tersebut dinikmati Indomobil Finance Indonesia (IMFI) dan Andalan Finance Indonesia. Keduanya mencatat pertumbuhan laba di atas 30%, kendati pembiayaan hanya meningkat sekitar 20%.
Laba Andalan Finance lalu tumbuh 50% dari Rp 26 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp 39 miliar pada 2012. Laba ini tertopang restrukrisasi kredit. Demi mengurangi "kolesterol" di neraca keuangan, manajemen membentuk tim khusus, yakni collection nasional atau divisi penagihan.
Tim penagihan ini tersebar di sembilan kantor cabang Andalan di Pulau Sumatera dan Jawa. Selain itu, perusahaan pembiayaan ini memiliki software online yang memantau pergerakan kredit macet di setiap cabang. "Kami pertahankan, angka kredit macet di setiap daerah hanya 0,6% seperti di Jakarta," kata Sebastian H. Budi, Direktur Utama Andalan Finance baru-baru ini. Hasilnya, NPL Andalan Finance bisa ditekan menjadi 1%, dari sebelumnya di atas 2%.
Perbaikan kualitas kredit ini menolong kinerja, lantaran di periode yang sama pembiayaan hanya tumbuh 21%. Tahun 2012 nilai pembiayaan mencapai Rp 1,7 triliun dari Rp 1,4 triliun di tahun 2011.
Pembiayaan masih bisa tumbuh lumayan karena Andalan Finance mulai mendiversifikasi kendaraan yang dibiayai. "Sebelumnya, kami hanya mengandalkan captive market dari Toyota," katanya.
Sejatinya, upaya diversifikasi pasar sudah berjalan sejak tahun 2004. Kebijakan ini lebih intensif beberapa tahun terakhir. Hasilnya, mulai terasa dua tahun bekalangan. "Selain membiayai kendaraan non-Toyota, kami juga membiayai mobil rental," kata Sebastian. Saat ini sebanyak 90% pembiayaan Andalan mengalir ke konsumer. Sisanya berupa pembiayaan mobil rental.
Tantangan berat
Sementara itu, Indomobil Finance mencatat pertumbuhan laba 31,5% menjadi Rp 71 miliar. Pendorongnya adalah lonjakan pembiayaan tahun 2012 sebesar 45% menjadi Rp 3,5 triliun.
Meski terlihat tinggi, sejatinya prestasi ini lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang 3 tahun terakhir atau sejak 2009, pembiayaan rata-rata tumbuh 48% hingga 50% per tahun.
Ya, tahun lalu, multifinance menghadapi tantangan cukup berat, karena aturan uang muka minimum kendaraan dan aturan pendaftaran fidusia. Belum lagi melemahnya harga komoditas dan batu bara yang mempengaruhi kemampuan konsumen dalam mengangsur pinjaman.
Itu sebabnya IMFI melakukan pencadangan atas piutang tidak tertagih melebihi rasio NPL. "Sehingga NPL kami di bawah industri," imbuh Gunawan, Direktur IMFI, tanpa menyebutkan besar NPL IMFI. Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL multifinance secara industri pada akhir tahun 2012 sebesar 1,2%. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News