Reporter: Roy Franedya, Nurul Kolbi | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Draf revisi Undang-Undang (UU) Perbankan berpotensi menggugurkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal Kepemilikan Bank. DPR, inisiator revisi UU Perbankan, sudah menegaskan, beleid baru perbankan ini bisa berbeda dengan PBI yang akan terbit dalam waktu dekat ini. Jika perbedaannya signifikan, aturan BI jadi tidak berlaku.
Ganjalan tersebut tecermin pada RUU Perbankan pasal 27 ayat 3. Pasal itu menyebutkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berwenang mengubah batas kepemilikan saham bank. Ayat berikutnya menegaskan, ketentuan mekanisme pembelian saham akan diatur oleh peraturan OJK.
Pasal ini bermakna PBI akan kehilangan relevansi, kecuali OJK mau menjiplak (copy paste) seluruh PBI. "Kami sepakat dengan BI soal pengaitan kepemilikan bank dengan good corporate governance (GCG), modal dan tingkat kesehatan. Tapi kami bisa berbeda di persentase," kata Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR, kemarin.
BI berniat meluncurkan beleid kepemilikan akhir Juli ini. Sedangkan revisi UU Perbankan akan dibahas akhir tahun ini atau awal tahun depan. Jika cepat rampung, tahun 2014 atau ketika OJK beroperasi, Indonesia punya UU Perbankan baru.
Potensi tubrukan aturan ini bisa menimbulkan ketidakpastian. Calon investor cenderung menunggu kepastian; OJK akan membuat aturan baru atau meneruskan beleid BI. "Ini mengundang kontroversi," ujar Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA).
DBS Group Holdings boleh jadi paling deg-degan menanti kejelasan ini. Maklum, niat investor Singapura menguasai Bank Danamon bisa saja buyar akibat perbedaan isi aturan kepemilikan bank antara PBI dan UU Perbankan baru.
Direktur Utama Bank AntarDaerah, Bujung Hanani, berharap BI segera mengeluarkan aturan kepemilikan. Setelah itu, BI memproses semua permohonan izin akuisisi yang diajukan investor.
Nah, di saat yang sama, DPR tetap merampungkan RUU Perbankan, tapi hasilnya harus memberi kepastian bagi investor. Misalnya, izin yang dikeluarkan BI sebelum ada UU Perbankan baru tak lagi disoal. "Mengelola bisnis tak seperti mengelola politik, lempar isu dulu kemudian dilihat reaksi pasar," ujarnya.
Pengamat perbankan, Mochammad Doddy Arifianto, menilai pasal 27 RUU Perbankan merupakan penegasan fungsi OJK. Bila tak dicantumkan, BI bisa ikut mengawasi penerapan aturan itu.
Pun begitu, DPR tak perlu menyebutkan porsi kepemilikan saham mayoritas lantaran UU harus bersifat umum. Bila mendetail, DPR sudah masuk dalam hal yang dinamis dan itu salah kaprah.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah mengaku koordinasi antara BI dan OJK menjadi tantangan penerapan aturan kepemilikan bank. Sebab, implementasinya menjadi kewenangan OJK. "Saya yakin aturan ini berjalan baik karena Pak Muliaman dari BI dan saya Ex-Offico BI di OJK," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News