Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ruisa Khoiriyah
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji peraturan bagi hasil untuk nasabah atau nisbah di bank syariah. Bank sentral menempuh langkah tersebut agar pengelola bank syariah lebih mandiri memutuskan besaran nisbah, sehingga aset tetap stabil sekalipun tengah menghadapi masa-masa sulit.
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI mengatakan, selama ini, bank syariah terlalu terpaku pada produk bank konvensional. "Bank syariah masih mengintip apa yang ada di bank umum, sehingga nisbahnya terpengaruh dengan konvensional," kata Halim.
Nah, lantaran bank syariah terlalu berkaca pada perbankan konvensional itu, mereka kerap kesulitan menetapkan margin ketika menyalurkan pembiayaan. Maklum, variabel penghitung komponen bunga dan nisbah, terutama biaya dana, tidak sama.
Selama ini, sifat akad nisbah belum stabil dan lebih digunakan sebagai sebuah liability atau kewajiban. Karena itulah perlu ada kajian soal hitung-hitungan yang lebih rill. "Kita bisa menetapkan nisbah dengan mengacu pada margin pembiayaan setiap sektor," kata Halim.
Bagi sesuai ekonomi
Salah satu opsi yang berkembang, BI akan membedakan besaran nisbah ketika ekonomi sedang tumbuh maupun sedang krisis. Jadi, tidak melulu dipatok sebesar 30% seperti selama ini. Misalnya, perekonomian sedang tumbuh pesat, bank cukup membagi nisbah ke nasabah sebesar 15%. Sisanya disisihkan ke dana cadangan jika krisis datang atau ekonomi sedang melesu.
Meski secara persentase lebih rendah, bagian yang diterima nasabah tetap tidak berkurang, malah berpeluang lebih besar. Maklum, ketika ekonomi sedang tumbuh, keuntungan bank juga lebih tinggi, sehingga bagi hasil untuk nasabah ikut meningkat.
Nah, ketika ekonomi sedang turun, nasabah mendapat nisbah sebesar 30%. Bank menggunakan dana yang mereka peroleh ketika ekonomi sedang pasang. Jadi, ketika ekonomi sedang pasang ataupun surut, aset bank syariah tetap stabil.
Halim belum bisa memastikan kapan kajian ini akan selesai. Sejauh ini, kajian mengenai penetapan nisbah baru masuk tahap kedua. Saat ini bank sentral tengah mengidentifikasi ke seluruh sektor untuk penentuan berapa bagi hasil yang cocok di bank syariah. "Standarnya akan kita perjelas, agar perbedaan dengan bank konvensional dapat terlihat," kata Halim.
Direktur Utama Bank Muamalat, Arviyan Arifin menegaskan, pihaknya tidak sepakat jika imbal hasil akan ditetapkan (fixed). Soalnya, pembagian itu tergantung kinerja masing-masing bank syariah. "Kalau distabilkan tidak akan efektif. Relatif sulit dan secara syariah tidak mungkin," katanya.
Head of Syariah Business OCBC NISP, Koko T. Rachmadi, setuju jika bank sentral mengatur bagi hasil bank syariah tetap stabil. Soal ketidakadilan bagi nasabah, menurutnya, hal tersebut dapat dikomunikasikan kepada pelaku pasar syariah. Karena kajian BI belum final, sejauh ini Dewan Syariah Nasional belum bisa memutuskan layak tidaknya gagasan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News