Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya bank digital yang bakal mulai beroperasi tahun ini diprediksi bakal bikin perebutan dana masyarakat makin ketat. Alasannya, bank digital bisa menawarkan bunga simpanan berjangka alias deposito yang tinggi.
Maklum, via digitalisasi bank digital tak perlu banyak keluar biaya untuk ekspansi kantor cabang guna menjangkau nasabah. Biaya bisa dialihkan untuk menawarkan bunga simpanan yang tinggi.
Baca Juga: LPS ramal kondisi likuiditas di 2020 lebih baik dari tahun lalu
PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) misalnya telah memulai tren ini. Awal tahun, perseroan telah meluncurkan platform tabungan digital bertajuk Tunaiku Invest yang menawarkan bunga deposito hingga 10% dengan setoran awal minimum Rp 100.000 saja
“Saya kira, Tunaiku Invest saat ini merupakan produk yang memberikan interest rate paling tinggi di pasar. Sementara bunga 10% itu promo yang akan kami berikan beberapa bulan saja,” kata Direktur Utama Bank Amar Vishal Tulsian pekan lalu di Jakarta.
Meski masa promo habis, bank yang baru saja melantai di bursa ini sejatinya tetap memberikan bunga yang tinggi. Tunaiku Invest memberikan bunga 9% untuk masa simpanan 7 bulan-12 bulan, 8% untuk masa simpanan 4 bulan-6 bulan, dan 7,5% untuk masa simpanan 1 bulan-3 bulan.
Sebagai perbandingan, sejumlah bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 tercatat di Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia per 13 Januari 2020 menawarkan bunga deposito di rentang 4,5% hingga 5,8%.
Baca Juga: Payroll loan topang pertumbuhan kredit konsumsi Bank Mandiri
Bunga paling kecil ditawarkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri sebesar 4,5% untuk simpanan 1 bulan. Sementara bunga tertinggi di tawarkan Bank Mandiri untuk simpanan 6 bulan, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) untuk simpanan 3 bulan masing-masing sebesar 5,8%.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai penawaran bunga tinggi di platform digital bisa jadi solusi di tengah ketatnya likuiditas perbankan saat ini. Jika ke depan likuiditas sulit melonggar, tren ini diperkirakannya masih akan berlanjut.
“Dengan likuiditas yang ketat beberapa bank memanfaatkan platform digital untuk mencari dana pihak ketiga (DPK), dan yang paling cepat memang dengan menawarkan bunga tinggi. Meskipun mahal, namun penyelamatan likuiditas bagi bank saat ini lebih utama,” katanya kepada Kontan.co.id.
Sebagai catatan, likuiditas Bank Amar memang tercatat sangat ketat. Per September 2019 lalu perseroan mencatat loan to deposit ratio (LDR) mencapai 118,55%. Meski demikian, rasio tersebut sejatinya mulai menurun dibandingkan September 2018 yang mencapai 146,42%.
Adapun hingga September 2019, pertumbuhan DPK Bank Amar tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kreditnya. Dari laporan belum teraudit, DPK perseroan tumbuh 67,02% (yoy) menjadi Rp 1,83 triliun, sedangkan kredit tumbuh 50,69% (yoy) menjadi Rp 2,05 triliun.
Baca Juga: Bank BUKU IV berlomba gandeng kerjasama dengan WeChat Pay dan Alipay
Bhima juga menambahkan, iming-iming bunga tinggi sejatinya bukan tanpa resiko. Sebab kini tren bunga acuan maupun bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga terus menurun. Kini bunga penjaminan LPS ditetapkan sebesar 6,25%.
“Jika terjadi gagal bayar atau kesulitan likuiditas pada bank, maka simpanan di atas bunga penjaminan LPS tidak akan dijamin. Jadi resiko bagi nasabah sebenarnya cukup tinggi,” lanjut Bhima.
Sementara sejumlah bank yang mengklaim akan beroperasi secara digital seperti PT Bank Royal Indonesia yang merupakan entitas anak BCA, dan PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) masih enggan mengungkapkan strategi penghimpunan dananya.
“Kami akan ikuti perkembangan pasar dan ketentuan saja,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Benny Tjokro ditahan Kejagung terkait Jiwasraya, ini kata MYRX
BCA sendiri tahun ini bakal mengalokasikan Rp 1 triliun untuk menambah modal Bank Royal. Tujuannya agar Bank Royal bisa naik kelas ke BUKU 2 guna memenuhi ketentuan sebagai penyelenggara layanan digital.
Jahja menambahkan persiapan Bank Royal untuk beroperasi akhir kuartal II-2020 juga masih sesuai jadwal. Saat ini bank swasta terbesar di Indonesia ini tengah menyiapkan infrastruktur, sistem teknologi dan aspek pendukung lainnya untuk operasi Bank Royal.
Sebagai informasi, Bank Royal resmi dicaplok BCA November 2019 lalu. BCA menggelontorkan Rp 988,04 miliar untuk mengempit kepemilikan penuh Bank Royal.
Sementara Corporate Secretary Bank Artos Deddy Triyana pernah menyatakan kepada KONTAN, perseroan akan tetap menerbitkan produk konvensional, walaupun fokus operasinya secara digital. Meski demikian, Deddy mengaku perseroan memang tak akan agresif mengembangkan jaringan kantor.
Baca Juga: Gandeng WeChat Pay, CIMB Niaga targetkan dana murah tumbuh dua digit
“Prinsipnya akan terjadi sinergi atas kekuatan bisnis Bank Artos saat ini ditambah inovasi bisnis di platform digital dari investor baru. Sehingga ada kombinasi antara produk konvensional dan digital,” jelasnya.
Bank Artos bakal menjelma sebagai bank digital pascaakuisisi Jerry Ng melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia dan Patrick Waluyo via Wealth Track Technology Limited.
Keduanya telah merampungkan pembelian saham Bank Artos pada akhir Desember lalu. Metamorfosis melakukan transaksi 454,15 juta saham atau setara 37,65% saham Bank Artos seharga Rp 179,39 miliar. Sementara Wealth Track ambil 161,03 juta saham atau setara 13,35% senilai Rp 63,61 miliar.
Baca Juga: Moeldoko dan Ahok bertemu, apa yang dibahas?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News