Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Prinsip semacam itu yang dipegang PT Bank Mandiri Tbk. Mengingat krisis global belum menunjukkan tanda-tanda reda, Bank Mandiri merestrukturisasi kredit bermasalah sebelum kredit seret tersebut benar-benar masuk kategori kredit macet (kategori 5).
Direktur Bank Mandiri Abdul Rachman kemarin (25/2) mengakui, sejak Januari 2009 Bank Mandiri telah merestrukturisasi utang sejumlah debitur dengan nilai total sekitar Rp 3 triliun, “Diperkirakan restrukturisasi mulai berjalan efektif pada Maret atau Juni, sehingga di 2009 usaha-usaha tersebut dapat terjaga,” beber Abdul.
Sebagian besar debitur yang menjalani restrukturisasi utang adalah perusahaan yang terkait ekspor-impor. Sementara sektor usaha debitur beraneka ragam, mulai dari industri tekstil, kayu, hingga sepatu. "Kami mengamati imbas dari krisis ini, ternyata jumlah L/C (letter of credit) yang masuk turun. Order beberapa perusahaan tersebut juga turun," katanya.
Kredit-kredit tersebut memang belum benar-benar masuk dalam kategori macet. Tapi, manajemen Bank Mandiri melihat arus kas debitur tersebut bisa terganggu bila tidak mendapat kelonggaran dalam pelunasan utang.
Untuk utang macam ini, Bank Mandiri menerapkan restrukturisasi yang sederhana. Maksudnya, Bank Mandiri mengulur waktu pelunasan pokok utang hingga satu tahun ke depan.
Di masa restrukturisasi, para debitur hanya wajib membayar bunga utang. Bank tak mengubah besaran bunga. Dengan mengulur waktu pelunasan pokok utang, Bank Mandiri berharap para debitur tersebut bisa menata arus kas masing-masing.
Menjaga likuiditas valas
Untuk menghadapi imbas krisis keuangan global yang belum ketahuan ujungnya, Bank Mandiri juga berupaya menjaga likuiditas valuta asing (valas).
Abdul Rachman menuturkan, Bank Mandiri ingin menjaga rasio kredit terhadap simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) valas di kisaran 70%-80%. Dengan demikian, Bank Mandiri masih menggenggam 20%-30% dari dana pihak ketiga (DPK) berbentuk valas yang tak disalurkan menjadi kredit. “Sekarang sebenarnya LDR valas Bank Mandiri sudah mencapai 80%,” kata Abdul Rachman.
Angka itu jauh turun dibandingkan posisi LDR valas per akhir kuartal ketiga 2008 yang mencapai 111% dengan nilai kredit Rp 36,6 triliun.
Seperti pernah ditulis Harian KONTAN, Bank Mandiri berhasil menurunkan LDR valas setelah meminta sejumlah debitur mengonversi utang valas menjadi rupiah. Jadi, debitur melakukan percepatan pelunasan utang dalam valas. Lalu, Bank Mandiri memberikan fasilitas kredit baru dalam denominasi rupiah.
Dengan rasio LDR valas yang lebih baik, Bank Mandiri otomatis juga mengurangi risiko peningkatan kredit macet berbentuk valas.
Alhasil, menurut Abdul, kini posisi kredit valas di Bank Mandiri berada di kisaran US$ 3,2 miliar. Sedangkan, DPK valas yang terkumpul mencapai US$ 4,1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News