Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit yang belum ditarik perbankan alias undisbursed loan (UL) per Juli 2018 lalu mengalami peningkatan. Bankir beranggapan hal ini masih wajar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia menyebutkan total kredit yang belum ditarik nasabah mencapai Rp 1.469,75 triliun. Jumlah tersebut naik 6,45% dari bulan Juli 2017 atau year on year (yoy).
Sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id beranggapan, besarnya kredit yang belum ditarik masih dalam kondisi yang wajar. Direktur Utama PT Bank Maybank Indonesia Tbk Taswin Zakaria misalnya mengatakan hal tersebut dikarenakan sejumlah nasabah masih memantau perkembangan pasar.
"Macam-macam alasannya. Bisa memang karena penarikan bertahap sesuai kebutuhan operasional nasabah, atau sesuai progress proyek saja," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (26/9).
Lebih lanjut, pihaknya menyebut beberapa nasabah juga memiliki plafon kredit di bank lain sebagai alternatif, rata-rata untuk membandingkan besaran suku bunga antar bank. Ia melanjutkan, hal ini pun sebenarnya terjadi di seluruh sektor kredit perbankan. "Hampir rata semua sektor ada undisbursed loan dan itu hal biasa," ungkapnya.
Sekadar informasi, berdasarkan laporan keuangan Maybank per Agustus 2018 total fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik mencapai Rp 40,27 triliun. Jumlah tersebut naik sebesar 3,38% dari posisi tahun sebelumnya Rp 38,95 triliun.
Bila dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan perseroan, jumlah tersebut mencapai 35,7% dari total kredit sebesar Rp 112,79 triliun.
Jauh berbeda dengan industri, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) justru mengatakan total UL perseroan hanya sebesar Rp 473,5 miliar. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha menyebut, jumlah tersebut hanya sekitar 1,4% dari total kredit Bank Jatim yang mencapai Rp 32,8 triliun per Agustus 2018.
Jumlah kredit yang belum ditarik tersebut mengalami peningkatan sebesar 7,36% dari periode tahun sebelumnya sebesar Rp 441 miliar.
"Dibandingkan dengan posisi kredit Rp 32,8 triliun. Kurang lebih undisbursed loan sebesar 1,4%. Sebagian besar untuk konstruksi," tuturnya. Pria yang akrab disapa Ferdi ini menjelaskan, rendahnya UL Bank Jatim dikarenakan mayoritas kredit perseroan masuk ke segmen konsumer dan ritel.
Sedangkan, rata-rata UL merupakan kredit korporasi dengan jangka waktu kredit yang panjang. "Banyak UL biasanya kredit korporasi yang jangka panjang. Di Bank Jatim sendiri, ritel dan konsumer portofolionya 79,7% dari total kredit," sambungnya.
Sementara itu, PT Bank OCBC NISP Tbk mengatakan dari total kredit perseroan pada Juli 2018 jumlah kredit yang belum ditarik mencapai sekitar 25%.
Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja jumlah tersebut terbilang menurun dibanding pada bulan Juni 2018 lalu. "Dibandingkan Juni atau periode Lebaran menurun tapi relatif stabil," ujarnya.
Sama seperti Taswin, Parwati beranggapan nasabah belum menarik kredit karena pembiayaan yang diberikan mayoritas bersifat bertahap. Ditambah, kondisi suku bunga kredit yang tengah naik, beberapa debitur perseroan memilih untuk menggunakan dana internal ketimbang menggunakan fasilitas perbankan.
Sebagai gambaran, per Juli 2018 total UL OCBC NISP mencapai Rp 45,21 triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 21,63% dari posisi Juli 2017 sebesar Rp 37,17 triliun.
Setali tiga uang, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Hariyono Tjahjarijadi menilai naiknya UL secara industri dikarenakan nasabah masih wait and see atau belum memerlukan pinjaman bank.
Alasan lain, faktor penurunan omzet juga menjadi bahan pertimbangan nasabah menarik kreditnya di bank. "Kalau pedagang biasanya sepanjang masih ada omzet dan untungnya tetap saja dipakai kreditnya. Memang ada pengaruh suku bunga tapi tidak signifikan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News