Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Perbankan pada tahun depan masih dihadapkan pada risiko kredit bermasalah terutama berdenominasi valuta asing. Hal ini disebabkan karena faktor naiknya suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed) tahun depan.
Beberapa analis memprediksi tahun depan akan ada potensi tiga kali kenaikan suku bunga acuan The Fed. Hal ini diprediksi membuat dana asing akan semakin banyak keluar dan membuat mata uang rupiah mengalami pelemahan.
Beberapa bank sudah mengantisipasi risiko rasio kredit macet (NPL) valas tahun depan dengan memilih betul debitur yang akan disasar. Bank memastikan kredit valas diberikan kepada debitur, mempunyai pendapatan dalam mata uang valas juga.
PT Bank Mandiri Tbk misalnya. Sampai kuartal 3 2016 mencatat kredit valas menyumbang sebesar 13,9% dari total kredit bank berkode BMRI ini.
Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Risk Manajemen Bank Mandiri mengatakan sampai kuartal 3 2016, kredit valas bank turun 100bps secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 77,72 triliun.
“Sedangkan NPL kredit valas kami pada kuartal 3 2016 sebesar 3,6% atau naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar 3%,” ujar Siddik kepada KONTAN, Kamis (23/12).
Ke depannya Bank Mandiri akan berusaha menurunkan NPL kredit valas dengan melakukan beberapa langkah pencegahan. Siddik mengaku debitur yang menyumbang NPL valas terbesar adalah dari industri tekstil yaitu Apac Inti Corpora sebesar Rp 972,8 miliar.
PT Bank Permata Tbk mengatakan untuk menjaga NPL valas, bank hanya memberikan kredit valas kepada debitur yang memiliki pendapatan dalam mata uang yang sama.
Anita Siswadi, Direktur Wholesale Bank Permata mengatakan kredit valas juga diberikan pada importir dengan catatan mempunyai mekanisme hedging tertentu yang dipersyaratkan oleh bank.
“Sebagian besar NPL valas kami disumbangkan oleh debitur dari industri batubara,” ujar Anita kepada KONTAN, Kamis (23/12).
Sebagai gambaran, sampai kuartal 3 2016, NPL valas Bank Permata sebesar 4,3% atau naik 29,73 bps secara tahunan atau year on year (yoy).
PT Bank Pan Indonesia Tbk mengatakan untuk menjaga NPL valas, bank akan selektif dalam memberikan kredit valas.
Herwidayatmo, Direktur Utama Bank Panin belum mau merinci industri apa yang mayoritas menyumbang NPL valas bank. “Kredit valas Panin hanya 10% dari total kredit atau Rp 12,1 triliun,” ujar Herwid, kepada KONTAN.
Sampai kuartal 3 2016, NPL valas bank Panin sebesar 10,12% atau turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar 12,42%.
PT Bank Bukopin Tbk mengaku sektor tambang menyumbang NPL valas terbesar. “Dengan mulai naiknya harga tambang diharapkan NPL valas ke depan akan membaik,” ujar Glen Glenardi, Direktur Utama Bank Bukopin. Sampai kuartal 3 2016 NPL valas Bank Bukopin sebesar 11,66%.
Sebagai gambaran sampai kuartal 3 2016, dari 10 bank besar, ada 6 bank yang mempunyai NPL Valas di atas 4%. NPL Valas tertinggi dari 10 bank besar dicatat oleh Maybank Indonesia sebesar 13,97%, kemudian disusul Bank Panin (10,12%).
Posisi ketiga ditempati Bank Danamon (8,86%). Kemudian posisi empat lima dan enam masing-masing di tempat oleh CIMB Niaga (7,83%), Bank Permata (4,3%), kemudian BNI (4,08%).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News