kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.355   -190,00   -1,15%
  • IDX 6.869   82,03   1,21%
  • KOMPAS100 995   15,18   1,55%
  • LQ45 764   10,59   1,40%
  • ISSI 223   2,25   1,02%
  • IDX30 395   4,66   1,19%
  • IDXHIDIV20 461   4,56   1,00%
  • IDX80 112   1,50   1,36%
  • IDXV30 114   0,50   0,44%
  • IDXQ30 128   1,96   1,56%

Banyak Kasus Gagal Bayar, Masih Menarik Investasi di Fintech Lending?


Selasa, 24 Juni 2025 / 20:10 WIB
Banyak Kasus Gagal Bayar, Masih Menarik Investasi di Fintech Lending?
ILUSTRASI. Industri fintech peer to peer (P2P) lending tengah dihadapkan masalah gagal bayar yang tak kunjung usai.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending tengah dihadapkan masalah gagal bayar yang tak kunjung usai. Terbaru, ada fintech lending PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran). 

Financial Planner CFP Finansialku Shierly berpendapat saat ini investasi atau menaruh dana di fintech lending lagi kurang menarik. Dia juga menyebut kliennya sudah membatasi investasi di fintech lending sejak 2023.

"Sebab, dari sisi bisnis, rata-rata Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) relatif terdampak lesunya daya beli masyarakat," ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/6).

Selain itu, dibandingkan pembiayaan pada korporasi, Shierly mengatakan, tingkat gagal bayar pada UMKM relatif lebih tinggi. Dengan demikian, lebih berisiko bagi investor yang melakukan pendanaan.

Ditambah, masih lemahnya aturan dan pelaksanaan asuransi kredit untuk fintech P2P lending juga menjadi pertimbangan lain bagi masyarakat.

Baca Juga: Jumlah Borrower Fintech Lending Naik, Bagaimana Kualitas Kreditnya?

Lebih lanjut, Shierly menyampaikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum investasi sebagai lender di fintech lending. Dia bilang masyarakat perlu memilih pendanaan yang tenor pendek, pembiayaan untuk usaha produktif, serta bisnis yang defensif atau lebih kebal terhadap penurunan daya beli masyarakat.

"Selain itu, masyarakat juga perlu mempertimbangkan proyek yang ada riwayat meminjam dan berhasil bayar tepat waktu berkali-kali, serta lebih baik lagi jika ada jaminan deposito atau aset dari peminjam," ucapnya.

Shierly juga menyampaikan apabila masyarakat mau berinvestasi atau menaruh dana di fintech lending, maksimal menggunakan 5% dari portofolio investasi dan menggunakan dana dingin juga. 

Shierly berpendapat, fintech lending sebetulnya alternatif pendanaan yang pas untuk menyasar UMKM. Namun, pelaksanaan pemberian pinjaman dan bisnis fintech lending perlu diawasi ketat regulator, seperti halnya sektor perbankan. 

"Ditambah, industri UMKM juga perlu dukungan yang lebih menyeluruh untuk usaha, bukan hanya dari literasi keuangan," kata Shierly. 

Baca Juga: Akseleran Diterpa Gagal Bayar, Sosok Influencer Felicia Putri Tjiasaka Ikut Terseret

Selanjutnya: Bank Mandiri Dorong Purna PMI Jadi Wirausaha Lewat Program Bapak Asuh

Menarik Dibaca: Musim Liburan, Gangguan Perjalanan Whoosh Akibat Layang-Layang Meningkat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×