Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) berpotensi menyebabkan inflasi tinggi dan memaksa Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). Kenaikan BI Rate, tutur Plt. Direktur Utama Bank Permata Roy Arfandy, membuat pihaknya perlu memperhitungkan kembali strategi bisnis. Pasalnya, kenaikan BI Rate akan berimbas pada pengetatan likuiditas.
"Dari sisi bank, kami akan me-review strategi bisnis. Kami harus menghindari bisnis yang sensitif pada kenaikan suku bunga, misalnya KPR," tutur Roy di Jakarta, Rabu (12/11).
Adapun per akhir September 2014 Bank Permata masih mencatat ketatnya likuiditas. Kredit, termasuk pembiayaan syariah, tumbuh 12% yoy menjadi Rp 130 triliun. Jika dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2013, kredit tumbuh 10%.
Di antara ketatnya likuiditas, sebut Roy, pihaknya bisa mengelola likuiditas dan mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 20% yoy menjadi Rp 147 triliun. Hal ini membuat rasio Loan-to-Deposit (LDR) membaik menjadi 88,1% dibandingkan tahun lalu sebesar 94,5%.
Ia menyebutkan, dengan asumsi kenaikan harga BBM bersubsidi Rp 2.500, PermataBank menargetkan pertumbuhan DPK pada tahun depan hanya 12%. (Tabita Diela)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News