Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Beban operasional perbankan terlihat meningkat di semester I-2025, ini menyebabkan bank menjadi kurang efisien, dan berdampak pada penurunan profit bank.
Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Bank Umum meningkat secara tahunan atawa year on year (YoY) dari 78,68% pada Juni 2024 menjadi 85,65% per Juni 2025. Kenaikan rasio tersebut disebabkan oleh naiknya beban operasional bank umum dari Rp 582,36 triliun menjadi Rp 970,30 triliun per Juni 2025.
Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan benchmark rasio BOPO ideal, yakni maksimal di angka 85%.
Bank-bank besar juga terlihat mencatatkan kenaikan pada rasio BOPO di semester I-2025. Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) berada di level 71,80%, dari 67,38% pada semester I-2024. Rasio beban operasional terhadap pendapatan bunga bersih alias cost to income ratio (CIR) juga turut meningkat dari 37,12% ke 38,52%.
Baca Juga: BNI Beberkan Penyebab Rasio BOPO Meningkat pada Semester I-2025
Kemudian PT Bank Negara Indonesia dengan rasio BOPO naik di level 71,36% dari 69,43%, dan CIR meningkat dari 43,73% ke 45,47%. PT Bank Tabungan Negara (BTN) dengan rasio BOPO meningkat ke level 89,39% dari 88,65%.
Ada juga PT Bank CIMB Niaga yang rasio BOPO nya naik tipis dari 72,29% ke 72,80%, dan PT Bank OCBC NISP rasio BOPO meningkat dari 67,80% ke 69,18% di semester I-2025.
Walau demikian, Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo menyatakan, kinerja efisiensi BTN justru menunjukkan perbaikan signifikan. Cost to Income Ratio (CIR) berhasil membaik menjadi 43,8% di semester I 2025, dari posisi 58% pada periode yang sama tahun lalu.
"Perbaikan ini mencerminkan hasil transformasi proses, digitalisasi, serta pengendalian biaya operasional yang lebih ketat. Sementara itu, BOPO juga tetap terjaga di level sehat yaitu 88,9%, stabil meskipun ada dinamika beban bunga dan biaya lain," kata Setiyo kepada kontan.co.id, Selasa (9/9/2025).
Setiyo menyebut, pada tahun ini BTN menargetkan efisiensi yang berkesinambungan melalui tiga pilar utama, pertama optimalisasi pendapatan berbasis fee dan margin untuk mengurangi ketergantungan pada beban bunga.
Selain itu, digitalisasi & otomatisasi proses sehingga operasional lebih ramping, cepat, dan hemat biaya, dan disiplin cost management, terutama pada biaya overhead dan non-core, sambil tetap mendukung ekspansi bisnis.
BTN disebut akan menjaga CIR di kisaran 43%–45% hingga akhir tahun dengan ruang perbaikan lebih lanjut dari inisiatif transformasi. Sedangkan BOPO ditargetkan tetap di bawah 90%, sejalan dengan pertumbuhan pendapatan operasional dan upaya pengendalian beban.
Adapun Head of Investor Relations BNI Yohan Setio mengakui, level BOPO cukup tinggi di semester I-2025, namun bukan disebabkan oleh pembilang atau biaya yang berlebihan, namun lebih disebabkan oleh tekanan pada sisi income, di mana Net Interest Margin (NIM) BNI masih tertekan.
Pada semester I-2025 margin bunga bersih (net interest income/NIM) BNI menurun dari 4,02% menjadi 3,83%.
"Karena adanya perlambatan dari sisi peredaran uang di sistem menyebabkan biaya dana naik dan kondisi ekonomi yang tumbuhnya di perbatasan 5% juga menyebabkan bank tidak bisa terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga kredit. Sehingga tekanan di NIM menyebabkan rasio BOPO terlihat meningkat karena efek penyebutnya tersebut," jelas Yohan.
Baca Juga: Catat Penurunan 13,15%, CNAF Optimistis Jaga BOPO di Bawah 70% di 2025
Adapun dari sisi operating expense atau Opex, pihaknya disebut terus beroperasi dengan efisien, di mana terlihat dari sisi operating expense semester I tahun ini, hanya tumbuh di kisaran 3%. Ini merupakan salah satu level pertumbuhan operating expense yang terendah di antara himpunan bank negara.
"Dan belanja OPEX kami fokusnya di aspek digital, promosi, atau dengan kata lain, belanja Opex tersebut sifatnya mensupport pencapaian bisnis," katanya.
Sementara Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan, penyebab BOPO naik di semester I-2025 lebih karena tekanan di income atau revenue yang di kontribusi dari NIM ter compress karena CoF yang walaupun mulai turun tetapi relatif belum signifikan dan loan yield yang lebih rendah karena porsi pertumbuhan di non retail.
"Sedangkan fee to income ratio lumayan bagus di 30%an. Untuk opex terjaga dengan baik. Guidance CIR di akhir tahun sekitar 45%," kata Lani.
Pihaknya berharap CoF akan membaik sehingga revenue bisa lebih baik. Dari sisi Opex, efisiensi terus dilaksanakan dengan memantau kebutuhan dan prioritas dalam investasi.
Pengamat Perbankan Amin Nurdin menilai, selain beban operasional yang tinggi yang menjadi penyebab utamanya tingginya rasio BOPO, efek suku bunga yang masih tinggi juga menjadi salah satu penyebabnya.
"Cost of fund juga berpengaruh terhadap rasio BOPO, sehingga selama bank-bank yang masih memberikan bunga tinggi, tentu beban bunganya menjadi tinggi, dan salah satu pengungkit naiknya rasio BOPO," kata Amin.
Selanjutnya: Saham Mitra Adiperkasa (MAPI) Menguat Usai Kabar Akuisisi, Analis Sarankan Hal Ini
Menarik Dibaca: Pasar Aset Kripto Hadapi Ujian September Effect, Investor Disarankan Lakukan Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News