Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama PT Hanson Internasional TBK Benny Tjokrosaputro membantah terlibat dalam mega skandal Asuransi Jiwasraya. Kuasa Hukum Benny, Muchtar Arifin mengklaim kliennya hanya terlibat dalam investasi Jiwasraya ke MTN Hanson senilai Rp 608 miliar pada 2015.
“Pak Benny pernah melakukan pinjaman MTN dan sudah selesai tepat waktu pada 2016 atau setahun kemudian selesai karena ini pinjaman jangka menengah,” kata Mochtar di Kejagung, Jakarta, Senin (6/1).
Baca Juga: Kejagung buka peluang panggil Rini Soemarno jadi saksi kasus Jiwasraya
Terkait investasi Jiwasraya ke saham Hanson, menurutnya hal itu wajar karena perusahaan Benny adalah perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa efek. Jadi, siapapun investor yang berinvestasi ke Hanson akan berhubungan langsung dengan Benny.
“Hanya sebatas itu, jadi tidak ada peran yang boleh dikatakan menyebabkan kerugian terhadap asuransi Jiwasraya. Kerugian itu sepenuhnya tanggung jawab manajemen Jiwasraya,” ungkapnya.
“Tidak ada permainan (perusahaan Pak Benny dengan Jiwasraya), kamu bisa nilai sendiri dari dua hal yang saya sampaikan itu. Seperti itu faktanya jadi tidak ada sangkutannya, kan ini banyak narasi yang dibangun di luar dan tidak faktual,” tambahnya.
Untuk langkah selanjutnya, ia berharap Kejagung bisa menetapkan duduk perkara kasus ini sesuai porsinya karena tidak ada perbuatan dari kliennya yang merugikan Jiwasraya. Dengan kondisi tersebut, ia yakin status kliennya tidak akan dinaikkan sebagai tersangka.
Baca Juga: Soal Jiwasraya, Kejagung: Potensi kerugian negara bisa lebih dari Rp 13,7 triliun
“Malah sebagai saksi saja tidak signifikan. Saksi yang dicari penyidik adalah saksi yang bisa memberatkan perbuatan dari pelaku atau saksi yang turut melakukan (pelanggaran) bersama-sama. Kalau inikan, pak Benny tidak dua-duanya,” bantah Mochtar.
Asal tahu saja, hari ini Kejagung telah memeriksa Benny selama tujuh jam. Ada sebanyak 16 pertanyaan yang diajukan penyidik Kejaksaan. Benny masuk dari 10 orang yang dicekal bepergian keluar negeri karena diduga terseret kasus Jiwasraya.
Di sisi lain, Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Jiwasraya bisa melebihi Rp 13,7 triliun. Namun perhitungan tersebut masih mempertimbangkan perkembangan kasus.
“Kalau potensi (Rp 13,7 triliun) bisa juga. Kami mau lihat nanti bagaimana, karena melihat dari faktanya bisa kurang itu akan kembali ke data. Kemungkinan-kemungkinan itu selalu ada,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman.
Baca Juga: Ungkap kasus Jiwasraya, Kejagung panggil OJK
Untuk menghitung kerugian dari kasus Jiwasraya ini, Kejaksaan akan menggandeng Badan Pengawas Keuangan (BPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Pasti, pasti (melibatkan mereka). Kami akan berkoordinasi dan tentunya masih berjalan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kejagung menghitung potensi kerugian akibat pelanggaran tata kelola investasi produk JS Saving Plan dari Jiwasraya mencapai Rp 13,7 triliun per Agustus 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News