Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bank Indonesia menilai risiko perekonomian Indonesia terbesar datang dari harga minyak dunia yang semakin turun dan perlambatan ekonomi di China.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung menjelaskan, bank sentral memandang dari dua hal itu, saat ini risiko terbesar adalah perlambatan ekonomi di China.
"Kami lihat risiko paling besar saat ini dari China. Karena dinamika dari pergerakan saham, implikasinya ke nilai tikar yuan itu kita sulit prediksi," jelas Juda di Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Sementara itu, terkait harga minyak dunia yang terus menurun, Juda memandang kondisi ini akan membuat inflasi semakin menurun pula.
Dengan demikian, BI memiliki ruang yang lebih lebar untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter, dalam hal ini terkait suku bunga acuan BI atau BI Rate.
"Dengan adanya penurunan harga minyak, berarti inflasi lebih rendah, tentu saja ruang itu semakin melebar. Ini tentu saja dengan asumsi pemerintah secara konsisten kalau harga minyak turun maka akan menurunkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak)," terang Juda.
China baru-baru ini melaporkan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2015 mencapai kisaran 6,9 persen yang merupakan capaian terendah dalam 25 tahun terakhir. Adapun harga minyak terpantau terus jeblok hingga berada di kisaran 28 dollar AS per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News