Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Sektor properti masih memperlihatkan tren positif sampai dengan kuartal ketiga tahun ini. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan kredit properti yang disalurkan dalam rupiah maupun valas tercatat naik 24,85% menjadi Rp 285,292 triliun.
"Properti dari segi permintaan potensinya memang tinggi. Sejauh ini pertambahannya rasional," ungkap Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso, Senin (7/11).
Merujuk data Bank Indonesia (BI), kontribusi terbesar masih datang dari kredit kepemilikan rumah dan kredit kepemilikan apartemen (KPR/KPA), yakni Rp 169,21 triliun setara dengan 59,31% dari seluruh kredit properti per September 2011. Jumlah penyaluran kredit KPR/KPA tersebut tumbuh 24,38% dibandingkan pencapaian pada periode serupa tahun lalu yaitu Rp 136,03 triliun.
Berikutnya adalah kredit konstruksi sebesar Rp 74,48 triliun dan kredit real estate sebesar Rp 41,59 triliun. Meski nilainya lebih kecil dibandingkan kredit konstruksi, namun pertumbuhan kredit real estate nyaris menyamai pertumbuhan KPR/KPA, yakni 25,85% dibandingkan September 2010 yang mencapai Rp 33,04 triliun. Sementara itu, kredit konstruksi hanya tumbuh 14,62% dibandingkan pencapaian September 2010 sebesar Rp 64,98 triliun.
Wimboh menambahkan, pertumbuhan kredit properti mulai mengkhawatirkan bila properti yang dikreditkan tidak dimaksudkan untuk ditinggali melainkan untuk membengkakkan dana semata.
"Sayang kan kalau dananya ditanam saja di situ dan tidak menimbulkan efek multiplier. Jangan sampai jadi ajang spekulasi lalu menimbulkan bubble," imbuh Wimboh.
Bila properti hanya dimaksudkan untuk spekulasi, saat perekonomian lesu kondisinya bisa berbahaya. Harga jatuh, properti tidak laku karena tidak ada pembeli maupun penyewa, ujung-ujungnya kredit pun macet. Meski tak spesifik, Wimboh beranggapan potensi spekulasi cenderung terjadi pada properti yang ditujukan untuk segmen kelas mewah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News