kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   13.000   0,68%
  • USD/IDR 16.249   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.047   42,07   0,60%
  • KOMPAS100 1.029   8,11   0,79%
  • LQ45 786   6,95   0,89%
  • ISSI 231   0,98   0,43%
  • IDX30 406   4,77   1,19%
  • IDXHIDIV20 470   5,25   1,13%
  • IDX80 116   1,04   0,90%
  • IDXV30 117   1,12   0,96%
  • IDXQ30 131   1,74   1,35%

BI Rajin Beli SBN Milik Perbankan, Risiko Jangka Panjang Mengintai


Kamis, 10 Juli 2025 / 20:10 WIB
BI Rajin Beli SBN Milik Perbankan, Risiko Jangka Panjang Mengintai
ILUSTRASI. Petugas memeriksa tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI, Jakarta, Selasa (17/12). Dalam mengelola likuiditasnya, umumnya perbankan menempatkan dana yang dimiliki pada surat berharga, termasuk Surat Berharga Negara (SBN).


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam mengelola likuiditasnya, umumnya perbankan menempatkan dana yang dimiliki pada surat berharga, termasuk Surat Berharga Negara (SBN).

Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir, Bank Indonesia (BI) terlihat rajin membeli SBN dari perbankan di pasar sekunder.

Adapun, hal tersebut bisa tercermin dalam kepemilikan BI di SBN yang terus meningkat setidaknya sejak 2023. Adapun, pada Desember 2023, kepemilikan BI di SBN senilai Rp 1.095 triliun dan hingga 8 Juli 2025 mencapai Rp 1.528 triliun.

Di sisi lain, kepemilikan perbankan di SBN mengalami penurunan pada rentang periode yang sama. Per Desember 2023, perbankan memiliki SBN senilai Rp 1.495 triliun dan di 8 Juli 2025 nilainya susut menjadi Rp 1.272 triliun.

Baca Juga: BI Sudah Borong SBN Rp 132,9 Triliun Hingga 26 Juni 2025

Pakar Ekonomi Sekaligus Owner PT Bejana Investidata Globalindo, Yanuar Rizky, mengungkapkan pada 2023 memang menjadi game changer di mana BI sering melakukan transaksi SBN dengan bank untuk memitigasi risiko penurunan harga SBN.

Pasalnya, ketika kondisi pasar sedang volatile, ada kecenderungan trading SBN di pasar uang antar bank naik dan ini bisa membuat harga SBN juga turun.

Meski demikian, ia menilai ada konsekuensi jangka panjang yang pada akhirnya perlu dibayar mahal. Di mana, perbankan jadi bertumpu pada fungsi treasury, alih-alih menjadikan fungsi intermediasi tidak sebagai core strategy lagi.

Menurut Rizky, hal tersebut baru akan terasa di kondisi saat ini, di mana, likuiditas bank dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mulai seret.

Per Mei 2025, DPK perbankan hanya tumbuh 4,29% secara tahunan (YoY) dan menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mengetat jadi 88,16%.

Padahal, saat ini perbankan terutama bank pelat merah sedang mendapat banyak penugasan program pemerintah.

Baca Juga: Minat Investor Terhadap SR022 Bergantung pada BI Rate!

Dengan kondisi DPK yang mini, tak menutup kemungkinan bank akan mengandalkan dana siaga dari BI untuk menyalurkan kredit ke program-program tersebut dengan menjual surat berharga yang dimiliki.

“Kalau SBN baru bertambah dan yang lama terus ditahan bank, maka stamina BI akan habis dan bank tidak memiliki dana siaga ke BI,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (10/7).

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Erwin Gunawan Hutapea mengungkapkan pembelian SBN di pasar sekunder merupakan bagian dari strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental dan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan.

Di sisi lain,  ia bilang pembelian SBN di pasar sekunder juga dilakukan sebagai  upaya menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan serta memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter.

Baca Juga: BI Sudah Borong SBN Rp 96,41 Triliun hingga 20 Mei 2025

“Kalau BI beli SBN di pasar sekunder akan menambah likuiditas di perbankan,” ujar Erwin.

Selama tahun 2025 hingga 17 Juni 2025, ia merinci BI telah membeli SBN sebesar Rp 124,33 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp 87,04 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp 37,29 triliun.

“Secara akumulasi akan bertambah,” tambah Erwin.

Di perbankan sendiri, pengurangan kepemilikan surat berharga tampaknya sudah mulai dilakukan sejak awal tahun ini. Salah satunya yang mulai melakukan pengurangan tersebut adalah PT Bank Mandiri Tbk.

Memang, jika dilihat secara tahunan, kepemilikan surat berharga di Bank Mandiri masih tumbuh  tumbuh 9,22% YoY menjadi Rp 224,65 triliun di akhir Mei 2025. Namun, nilai penempatan tersebut lebih rendah dari posisi Januari 2025 yang senilai Rp 226,5 triliun.

Corporate Secretary Bank Mandiri M Ashidiq Iswara mengatakan, penempatan likuiditas pada instrumen SBN dan surat berharga lainnya sebagai salah satu alternatif instrumen aset produktif.

Baca Juga: BI Beli Lebih dari Rp 90 Triliun SBN hingga Mei

Alhasil, porsi penempatan dana pada surat berharga memang bisa berubah tergantung kebutuhan likuiditas bank.

Dalam hal ini, penempatan pada surat berhaga ini menyesuaikan dengan perubahan tren yang terjadi antara lain ekses likuiditas yang tersedia, demand dari client baik institutional maupun individual, risk appetite perbankan serta pertumbuhan kredit perbankan.

“Optimalisasi asset liability management bank menyesuaikan tren serta kondisi perekonomian,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan hanya menegaskan bahwa penempatan dana pada surat berharga sangat tergantung dengan likuiditas bank.

Jikalau bank memang membutuhkan likuiditas untuk kredit, maka porsinya bisa dikurangi. “Untuk CIMB Niaga kami kurangi karena likuiditas kami gunakan untuk pinjaman,” ujarnya.

Baca Juga: Demi Pertumbuhan Kredit, BI Dorong Perbankan Kurangi SBN Lewat Insentif

Sebagai informasi, CIMB Niaga saat ini memiliki aset di surat berharga senilai Rp 70,56 triliun per Mei 2025.  Ini tercatat turun sekitar 4,49% YoY maupun 13,61% sejak akhir tahun 2024.

Selanjutnya: Sudah Rampung Hampir Separuh, Begini Progres Pembangunan MRT Bundaran HI–Kota

Menarik Dibaca: Mulai Hari Ini Pemesanan Tiket Kereta KAI Bisa Lebih Dekat dengan Waktu Keberangkatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×