Reporter: Ruisa Khoiriyah, Andri Indradie | Editor: Test Test
JAKARTA. Langkah Mochtar Riady memborong 60% saham Bank Nationalnobu menarik perhatian publik. Pasalnya, nama pendiri Lippo Group itu pernah tercatat dalam daftar orang tercela (DOT), buntut kasus rekapitulasi perbankan tahun 1998 silam. Bank Indonesia (BI) pun dianggap tidak belajar dari masa lalu.
Dituding seperti itu, bank sentral langsung angkat bicara. Menurut BI, Mochtar Riady diizinkan mengakuisisi bank lantaran namanya sudah keluar dari DOT. "Yang bersangkutan sudah memenuhi aturan. Kalaupun dulu ada catatan, sudah kedaluwarsa," bela Muliaman D Hadad, Deputi Gubernur BI Selasa (5/10).
Jadi, menurutnya, tidak ada yang aneh dari penerbitan izin untuk memiliki Nationalnobu, karena prosesnya berjalan sesuai aturan. "Saya kira, tidak ada yang terlalu istimewa, fit and proper test dilakukan secara wajar," tegas Muliaman.
Menurut dia, sejatinya BI tak hanya memproses Grup Lippo sebagai alumni DOT. "Beberapa orang yang yang aktif pada masa lalu, setelah review dan interview serta membuat komitmen, kami tetap proses," jelas nya. Lagi pula, masa hukuman DOT cuma empat tahun.
Sekadar mengingatkan, tahun 1999 lalu, Mochtar Riady kesandung masalah rekapitulasi aset perbankan. Bank Lippo yang ia miliki bermasalah hingga pemerintah menyuntikkan Rp 6 triliun untuk menyehatkan bank tersebut. Mochtar pun harus melepaskan kepemilikan saham mayoritas di perusahaan kesayangannya.
Mochtar kembali masuk ke industri perbankan dengan mengakuisisi Bank Nationalnobu melalui PT Kharisma Buana Nusantara, dengan porsi kepemilikan saham 60%. Riady berbagi dengan Yantony Nio, Chief Executive Officer (CEO) Pikko Group yang menggenggam kepemilikan 40%.
Lippo sendiri sudah sesumbar akan mengembangkan bisnis banknya itu. Theo L Sambuaga, Presiden Direktur Lippo Group, menyatakan, pihaknya sedang menyusun rencana bisnis bank. Untuk mempercepat pertumbuhan usaha, ia memberi sinyal akan mengundang investor lain dari pasar modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News