Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Singkatnya menurut Yunus, dalam aturan ini OJK bisa melakukan tindakan seperti meminta penjualan saham, pengambilalihan saham, merger, hingga mengganti pengurus manajemen sesuai dengan fungsi supervisory action yang dimiliki oleh OJK.
Tapi, tentunya kewenangan ini bisa dilakukan apabila menurut OJK bank tersebut telah masuk dalam status pengawasan intensif atau khusus. Untuk kasus Bank Bukopin, berdasarkan pengamatannya pihak pemegang saham Bukopin secara keseluruhan telah diberikan kewenangan serupa oleh OJK untuk menyetor permodalan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan.
Baca Juga: Perbankan yakin penyaluran KPR masih bisa tumbuh hingga akhir tahun, ini alasannya
"OJK sebenarnya kan sudah menawarkan ke Himbara, lalu tidak disanggupi. Kemudian ke Bosowa juga tapi mungkin ada keterbatasan modal untuk memenuhi persyaratan OJK," sambungnya. Dia juga mengatakan, untuk Perusahaan Terbuka memang harus ditawarkan ke pemegang saham lainnya (eksisting), lalu kemudian ke pilihan-pilihan di luar itu.
Kalau melihat pada Undang-Undang Pasal 37 memang secara jelas berbunyi dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, regulator dapat melakukan beberapa tindakan. Semisal, pada Pasal 37 ayat E berbunyi regulator dapat melakukan tindakan agar bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluru kewajiban.
Lalu di ayat F juga disebutkan kalau regulator bisa meminta agar bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain. Tapi lagi-lagi, hal ini hanya bisa dilakukan oleh regulator apabila keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan. "Bukan untuk bank yang sehat ya, harus dalam pengawasan khusus atau intensif," tegas Yunus.
Baca Juga: Layanan digital jadi solusi mendorong bisnis remitansi perbankan
Lalu, menanggapi pernyataan Erwin Aksa yang mengatakan kalau OJK telah menyalahi aturan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan, kalau pengambilan keputusan tertinggi perusahaan ada pada RUPS atau RUPSLB menurut Yunus hal tersebut tidak sesuai.