Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya penyelamatan PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) masih terus bergulir. Kini rencana pengambilalihan saham oleh investor asal Korea Selatan yang juga menjadi salah satu pemegang saham terbesar perseroan yakni KB Kookmin Bank masuk ke babak baru.
Salah satu pemegang saham Bank Bukopin, PT Bosowa Corporindo, mengancam akan memperkarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke meja hijau. Presiden Komisaris Bosowa Corporation, Erwin Aksa menilai, OJK tidak konsisten dalam mengambil kebijakan terkait langkah-langkah penyelamatan Bank Bukopin.
Baca Juga: Lewat anak usaha modal ventura, bank bidik insurtech dan fintech wealth management
Singkatnya, pihaknya menilai otoritas tidak konsisten menerapkan kebijakan terutama perihal Surat Tertulis OJK kepada Bosowa untuk memberikan kuasa khusus ke tim technical assistance dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) untuk mengikuti pelaksanaan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) BBKP.
Nah, salah satu agenda RUPSLB tersebut adalah rencana BBKP untuk melaksanakan penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Lalu, dalam RUPSLB BBKP nanti, OJK meminta Bosowa melalui kuasa khusus tim technical assistance Bank BRI untuk menyetujui private placement, dimana seluruh saham baru yang diterbitkan BBKP akan dibeli oleh KB Kookmin Bank Co Ltd, salah satu pemegang saham BBKP.
Walhasil, Erwin merasa otoritas tidak konsisten menerapkan kebijakan. Sebab, sebelumnya OJK melayangkan surat tertanggal 10 Juni dan 11 Juni yang isinya antara lain mengenai penugasan technical assistance kepada BRI.
Baca Juga: Sah, DPRD Banten beri restu aksi pemprov untuk suntik modal ke Bank Banten
Namun pada surat tertanggal 16 Juni, OJK kembali melayangkan surat yang intinya meminta Kookmin menempatkan tim technical assistance di BBKP. "Kami menolak surat OJK tanggal 9 Juli karena tidak konsisten antara surat tanggal 10 Juni, 11 Juni serta surat tertanggal 16 Juni," ungkap Erwin, kepada kontan.co.id, Selasa (21/7).
Berkaca dari aspek hukum, ahli hukum perbankan dan mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein berpendapat secara aturan perundang-undangan, OJK dalam hal ini regulator memang diberi kewenangan lebih untuk memaksa pemegang saham untuk memenuhi kebutuhan modal di sebuah perbankan. "Peraturan ini ada di undang-undang perbankan nomor 10 pasal 37 Tahun 1998," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (21/7) malam.
Singkatnya menurut Yunus, dalam aturan ini OJK bisa melakukan tindakan seperti meminta penjualan saham, pengambilalihan saham, merger, hingga mengganti pengurus manajemen sesuai dengan fungsi supervisory action yang dimiliki oleh OJK.
Tapi, tentunya kewenangan ini bisa dilakukan apabila menurut OJK bank tersebut telah masuk dalam status pengawasan intensif atau khusus. Untuk kasus Bank Bukopin, berdasarkan pengamatannya pihak pemegang saham Bukopin secara keseluruhan telah diberikan kewenangan serupa oleh OJK untuk menyetor permodalan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan.
Baca Juga: Perbankan yakin penyaluran KPR masih bisa tumbuh hingga akhir tahun, ini alasannya
"OJK sebenarnya kan sudah menawarkan ke Himbara, lalu tidak disanggupi. Kemudian ke Bosowa juga tapi mungkin ada keterbatasan modal untuk memenuhi persyaratan OJK," sambungnya. Dia juga mengatakan, untuk Perusahaan Terbuka memang harus ditawarkan ke pemegang saham lainnya (eksisting), lalu kemudian ke pilihan-pilihan di luar itu.
Kalau melihat pada Undang-Undang Pasal 37 memang secara jelas berbunyi dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, regulator dapat melakukan beberapa tindakan. Semisal, pada Pasal 37 ayat E berbunyi regulator dapat melakukan tindakan agar bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluru kewajiban.
Lalu di ayat F juga disebutkan kalau regulator bisa meminta agar bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain. Tapi lagi-lagi, hal ini hanya bisa dilakukan oleh regulator apabila keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan. "Bukan untuk bank yang sehat ya, harus dalam pengawasan khusus atau intensif," tegas Yunus.
Baca Juga: Layanan digital jadi solusi mendorong bisnis remitansi perbankan
Lalu, menanggapi pernyataan Erwin Aksa yang mengatakan kalau OJK telah menyalahi aturan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan, kalau pengambilan keputusan tertinggi perusahaan ada pada RUPS atau RUPSLB menurut Yunus hal tersebut tidak sesuai.
Sebab, perusahaan perbankan memang memiliki peraturan dan perlakuan yang berbeda dibanding perseroan terbatas pada umumnya.
Akan tetapi, Yunus mengatakan kalau Bosowa memang bisa menggugat apabila OJK tidak melakukan asas pemerintahan yang baik sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Baca Juga: Walau terdampak pandemi, BTN yakin bisnis tetap melaju
Singkatnya, apabila OJK tidak memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik meliputi kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam UU No.28 Tahun 1998 maka hal ini bisa menjadi batu penghalang.
"Karena dalam setiap pengambilan keputusan, harus ada keseimbangan. Harus ada beberapa prinsip atau asa yang perlu dipenuhi. Biasanya ini bisa digugat ke PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara)," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News