Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Risiko kredit di segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan sinyal rambu kuning pada rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) kredit UMKM sejak tahun lalu. OJK mengimbau bank agar membuat action plan mengurangi kredit bermasalah.
Terkait hal ini, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk membuka peluang menurunkan tingkat suku bunga UMKM. Sekretaris Perusahaan BRI, Budi Satria menuturkan, kemungkinan untuk penurunan suku kredit bunga UMKM selalu terbuka, sepanjang kondisinya memungkinkan.
Menurutnya, setiap bulan secara rutin, bank dengan kode saham BBRI selalu melakukan evaluasi seluruh suku bunga pinjaman dan simpanan. "Dari situ kami akan putuskan apakah akan menurunkan atau menaikkan suku bunga pinjaman," jelas Budi Satria kepada KONTAN, Minggu (29/3).
Budi menjelaskan, saat ini perseroan belum dapat memutuskan secara pasti besaran penurunan tingkat suku bunga. Sebab masih menunggu putusan setelah rapat bulanan tersebut.
Budi menambahkan, penurunan tingkat suku bunga kredit UMKM lebih dikarenakan penyesuaian atas penurunan tingkat suku bunga acuan atawa BI rate dan bukan disebabkan oleh tingginya rasio kredit bermasalah sektor UMKM.
"NPL UMKM kami terbilang rendah. Mungkin juga karena sejak tahun lalu kami belum pernah menaikkan suku bunga kredit UMKM," ucap Budi.
Catatan saja, berdasarkan suku bunga dasar kredit (SBDK) BRI untuk segmen UMKM per Januari 2015, berada di level 19,25%. Sementara itu, mengutip Statistik Perbankan Indonesia (SPI) terbaru, per Januari 2015 lalu, rasio kredit bermasalah di sektor UMKM mencapai 4,14% atau berstatus diragukan dengan nilai Rp 27,05 triliun.
Angka kredit bermasalah ini naik dari posisi 3,65% berstatus kurang lancar dengan nilai Rp 21,72 triliun per Januari 2014. Sektor perdagangan besar dan eceran adalah penyumbang terbesar kredit bermasalah UMKM.
Per Januari 2015, nilai kredit bermasalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp 14,10 triliun. Di susul NPL sektor konstruksi sebesar Rp 3,20 triliun. Di belakangnya ada NPL sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp 2,28 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News