Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mengatakan berencana akan menjaring pendanaan dari pasar modal sebesar Rp 18 triliun tahun ini. Direktur Keuangan dan Tresuri BTN, Iman Nugroho Soeko menyebut, jumlah tersebut terbilang sama jika dibandingkan dengan tahun lalu.
"Kami rencanakan memang 15% dari funding (pendanaan) itu wholesale funding, untuk mengurangi risiko majority missmatch," ujar Iman saat ditemui di Jakarta, Selasa (2/5). Lebih lanjut bank yang fokus di pembiayaan perumahan ini menjelaskan rencana tersebut berasal dari sekuritisasi sebesar Rp 1 triliun berupa Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) yang dikeluarkan hari ini.
Selain itu, BTN juga telah melakukan pinjaman bilateral dengan PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), serta PT Sarana Multigriya Finance (SMF). "Sampai Triwulan I 2017 dari bilateral sekitar Rp 2 triliun, lebih fleksibel," kata Iman.
Adapun, tahun ini BTN juga masih memiliki jatah penerbitan obligasi sebanyak Rp 5 triliun yang direncanakan akan diterbitkan pada semester II-2017. Sementara untuk sisanya BTN akan memilih untuk mencari dana dari Negotiable Certificate of Deposit (NCD) dan pinjaman bilateral, tergantung dari kebutuhan BTN.
"Obligasi kami minta Rp 10 triliun, tapi dua tahap sampai tahun depan, masing-masing Rp 5 triliun per tahun," ujarnya. Nantinya, dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi kredit BTN khususnya pembiayaan Kredit Pemiikan Rumah (KPR) baik subsidi maupun non subsidi.
Sebagai informasi saja, sampai dengan Kuartal I-2017 BTN telah menyalurkan KPR sebanyak Rp 153,31 triliun atau tumbuh 18,8% secara tahunan atau year on year (yoy). Jika dirinci, dari penyaluran tersebut, KPR subsidi BTN meningkat 29,62% secara tahunan menjadi Rp 59,52 triliun sementara KPR non subsidi tercatat tumbuh sebesar 13,08% menjadi Rp 62,18 triliun.
"Tahun ini kami memang ingin meningkatkan porsi KPR subsidi dan non subsidi menjadi seimbang masing-masing 50%. Sekarang masih banyak di non subsidi sekitar 52% dari total KPR," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News