Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) memadang perlu adanya inistiaf baru dalam mengatasi backlog perumahan yang angkanya masih tinggi dan terus bertambah setiap tahunnya.
Berdasarkan data Susenas BPS, backlog perumahan di Indonesia yang mencapai 12,7 juta unit berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021. Backlog adalah kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat
Setiap tahun terjadi tambahan backlog perumahan sekitar 600.000 per tahun. Sedangkan anggaran pemerintah untuk mendukung pembiayaan rumah subsidi pada tahun 2021 hanya 190.724 unit, lalu 200.000 pada 2022 dan 230.000 unit pada tahun 2023.
Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN mengatakan, perlu ada iniatif baru untuk mengatasi backlog perumahan yang angkanya sudah semakin tinggi.
Baca Juga: Ini Strategi Bank BTN (BBTN) Genjot Penyaluran KPR
Apalagi, bank juga sedang dihadapkan dengan tantangan kenaikan suku bunga, relasaksi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM).
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Bank BTN telah menyiapkan sejumlah usulan inisiatif jangka pendek 2023. Salah satunya dengan penyesuaian masa subsidi KPR menjadi 10 tahun.
"BTN berupaya agar bantuan subsidi pemerintah bisa bermanfaat lebih optimal. Dengan jumlah uang yang sama, diharapkan jumlah masyarakat yang dibiayai juga semakin banyak sehingga bisa mengurangi angka backlog itu," kata Haru di Bandung, Kamis (24/11).
Ia menjelaskan, saat ini maksimal tenor KPR subsidi mencapai 20 tahun. Sementara dari statistis debitur KPR subsidi, BTN melihat sebagian dari kelompok debitur bisa melunasi KPR lebih cepat. Rata-rata pelunasan dilakukan dalam waktu tujuh tahun. Kelompok yang melakukan pelunasan lebih cepat tersebut merupakan mereka yang pendapatannya sudah di atas 8 juta ke atas.
"Jadi teliti ternyata, pada tahun ke-7 atau ke-8, penghasilan mereka meningkat. Sehingga memang perlu bagi mereka yang sudah masuk kelompok berpenghasilan lebih tinggi ini tenor KPR subsidi tidak lagi 20 tahun tetapi dijadikan 10 tahun. Dengan begitu, dana subsidi yang sama bisa kita berikan kepada dua penerima dengan harapan mempercepat penurunan backlog," jelasnya.
Baca Juga: Permintaan Rumah Subsidi Diproyeksi Masih Tetap Tinggi
Namun, ia menegaskan, usulan penurunan tenor tersebut tidak bisa diberlakukan merata bagi semua debitur yang sudah mengalami peningkatan pendapatan, tetapi harus tetap dilakukan secara hati-hati.
Dengan inisiatif tersebut, BTN berharap bisa menambah dua setengah kali pengurangan backlog perumahan tanpa harus menambah anggaran pemerintah.
Inisiatif tersebut sudah dikaji BTN dan disampaikan kepada pemerintah. Haru berharap usulan inisiatif tersebut segera dibahas stakeholder terkait dan Kementerian Keuangan.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan, saat ini tenor maksimal KPR subsidi mencapai 20 tahun.
Untuk menurunkan tenor menjadi 10 tahun, menurutnya bisa dilakukan tanpa harus mengubah peraturan terkait subsidi perumahan rakyat. "Ini akan dikaji dan semakin cepat bisa dilakukan diharapkan akan memberi manfaat," kata Hery.
Baca Juga: Sektor Properti Diyakini Bakal Tumbuh Positif di Tengah Ketidakpastian Global
BTN mencermati dengan tingginya angka backlog saat ini maka target program satu juta rumah sudah tidak relevan lagi. Oleh karena itu, perlu target yang lebih besar lagi, seperti Program 10 juta rumah, sehingga pada tahun 2045, backlog perumahan sudah bisa teratasi.
Selain itu, BTN juga mengusulkan lima inisiatif lainnya. Di antaranya penerapan suku bunga tertentu untuk setiap kelompok desil penghasilan. Masyarakat akan dibagi menjadi desil 1 dengan penghasilan paling rendah sampai desil 10 dengan pendapatan tertinggi.
BTN mengusulkan agar desil paling miskin yakni 1-3 tidak cukup hanya diberikan kredit tetapi harus ada bantuan dari pemerintah. Misalnya, untuk masyarakat yang punya tanah diberikan bantuan membangun atau merenovasi rumah.
"Untuk desil 4-5, bisa menerapkan subsidi yang ada saat ini yakni bunga 5%. Untuk desil 6-8 tidak lagi diberikan subsidi tetapi sudah bisa dikombinasikan dengan fasilitas komersial dengan bunga sebesar 7%." jelas Haru.
Insitif berikutnya adalah penyesuaian masa subsidi KPR menjadi 10 tahun, pemfokusan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke Bank Fokus Perumahan, pemberian subsidi premi asuransi, percepatan kepesertaan Tapera, piloting KPR MBR Informal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News