Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Captive market dinilai bukan hanya menjadi andalan bagi perusahaan asuransi di saat ekonomi lesu, melainkan juga menjadi sumber bisnis utama bagi sejumlah pemain besar di industri.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo mencontohkan beberapa perusahaan asuransi yang memiliki captive market kuat dari grup induknya, seperti misalnya PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance) yang berada dalam Pertamina Group dan PT Asuransi Tri Pakarta (TRIPA) yang mengandalkan captive market dari Grup BNI.
“Captive market bukan saja menjadi andalan di saat ekonomi lesu, tapi juga menjadi sumber bisnis utama bagi sejumlah asuransi,” ujar Irvan kepada Kontan, Jumat (22/8).
Baca Juga: Jaga Kinerja, Tugu Insurance Optimalkan Captive Market
Kendati demikian, captive market menurutnya memiliki sisi positif dan negatif. Dari sisi positif, keberadaan captive memberikan kepastian perolehan premi bagi perusahaan asuransi yang bersangkutan. Hal ini membuat perusahaan memiliki sumber yang lebih stabil dalam menjaga kinerja bisnisnya.
Namun, di sisi lain, ketergantungan terhadap captive market dapat menimbulkan kelemahan. “Dari segi negatif, captive market menjadikan premi asuransi tersebut tidak kompetitif,” tuturnya.
PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance) membenarkan bahwa captive market masih menjadi salah satu andalan untuk menopang bisnis di tengah kondisi perekonomian yang lesu.
Kendati demikian, perusahaan tidak hanya mengandalkan captive market saja, melainkan juga memperkuat strategi di sektor non-captive maupun bisnis reasuransi.
Presiden Direktur Tugu Insurance, Adi Pramana menyampaikan bahwa sampai saat ini captive market mampu memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan kinerja perusahaan.
“Kami semakin berkomitmen menjalankan major strategy perusahaan yang mencakup keseluruhan sektor bisnis, dengan melakukan intensifikasi captive business sebagai sektor utama, meningkatkan ekstensifikasi non captive business dan mengembangkan bisnis reasuransi," kata Adi kepada Kontan, Jumat (22/8).
Baca Juga: Captive Market BNI Sumbang 55% Pendapatan Premi Asuransi Tri Pakarta (TRIPA)
Adi menambahkan, optimalisasi captive market dinilai dapat mendukung stabilitas perusahaan sekaligus memungkinkan untuk meningkatkan inovasi produk dan layanan.
“Sebagai gambaran, sampai dengan akhir tahun 2024, kontribusi captive market terhadap total pendapatan premi perusahaan adalah mendekati 20%,” jelasnya.
Untuk menyeimbangkan porsi captive dan non-captive market, Tugu Insurance menyiapkan strategi diversifikasi dan inovasi produk sesuai kebutuhan pasar. Selain itu, perusahaan berfokus pada peningkatan kualitas layanan.
“Di sisi lain, Tugu Insurance konsisten membangun serta memperluas jaringan dan distribution channel yang strategis, mengembangkan strategi marketing yang tepat, dan memperkuat manajemen risiko,” lanjutnya.
Ia menekankan, seluruh strategi tersebut juga ditopang oleh sejumlah key enablers, yakni end-to-end digitalization, competency based human capital, serta growth mindset culture.
Melansir laporan keuangan Tugu Insurance, jumlah pendapatan premi per Juli 2025 tercatat mencapai Rp 4,56 triliun, tumbuh sebesar 9,52% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 4,16 triliun.
Sementara itu, PT Asuransi Tri Pakarta (TRIPA) juga menjelaskan bahwa captive market masih menjadi penyumbang terbesar terhadap perolehan pendapatan premi perusahaan.
Direktur Utama TRIPA, G.C. Koen Yulianto mengatakan, sampai saat ini porsi bisnis captive market dari ekosistem BNI Group tercatat sekitar 55% dari total pendapatan premi perusahaan.
Baca Juga: Pendapatan Premi Terbesar Asuransi Jiwa Berasal dari Pembayaran Secara Reguler
Koen menilai keberadaan captive market memang memberi keuntungan, terutama akses pasar yang lebih terbuka. Namun, ia menegaskan bisnis tetap harus kompetitif karena captive tidak bisa dijadikan satu-satunya andalan.
“Ini salah satu keberuntungan punya grup itu, pasarnya sudah terbuka. Tapi kita harus tetap punya produk yang kompetitif," kata Koen saat ditemui dalam perayaan ulang tahun Tripa ke-47, Kamis (21/8).
Di sisi lain, TRIPA juga terus menggarap bisnis non-captive. Sumber utama dari bisnis ini masih berasal dari jalur broker dengan kontribusi sekitar 22% di sepanjang tahun lalu.
Untuk memperluas pasar di luar captive, TRIPA memperkuat kerja sama dengan para broker, yang saat ini menurut Koen masih menguasai sekitar 60% pangsa pasar industri asuransi di Indonesia.
"Lebih baik bekerja sama saja dengan broker. Karena mereka punya layanan yang baik, proses klaimnya cepat, juga komitmen mereka," tuturnya.
Baca Juga: AAJI: Pendapatan Premi Asuransi Jiwa Capai Rp 87,6 triliun pada Semester I-2025
Sepanjang tahun 2025 ini, TRIPA membidik target premi bruto (gross written premium/GWP) sebesar Rp 2 triliun. Adapun per Juli 2025, realisasi pendapatan premi TRIPA baru mencapai sekitar Rp 1 triliun.
Namun, Koen optimistis target tersebut dapat tercapai, seiring tren industri asuransi yang biasanya meningkat di semester kedua, terutama dari perpanjangan polis.
Untuk mendorong pencapaian target yang telah ditetapkan tersebut, asuransi Tripa telah menyiapkan sejumlah strategi. Pertama, terus memperkuat captive market dengan dukungan induk usaha BNI Group.
Kedua, memperluas kerja sama dengan broker asuransi, termasuk broker besar. Ketiga, menjalin sinergi melalui koasuransi dengan perusahaan asuransi lain. Keempat, mempertahankan bisnis ritel melalui jalur keagenan.
Selanjutnya: Dapen Bank Mandiri: Penurunan Suku Bunga BI Berpotensi Tekan RoI Dana Pensiun
Menarik Dibaca: Daftar Menu untuk Diet Tanpa Nasi agar Berat Badan Turun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News