Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini kian marak bermunculan fintech peer to peer (P2P) lending ilegal alias pinjaman online (pinjol) ilegal. Banyak masyarakat yang terjerembab ke pihak penyelenggara pinjol abal-abal. Akibatnya, banyak masyarakat yang terbebani dengan bunga dan denda yang selangit dari pinjol abal-abal tersebut.
Untuk itu, ada baiknya Anda mengetahui perbedaan dari pinjol ilegal dan legal, agar ke depannya tak menyusahkan diri sendiri.
Berikut perbedaan pinjol ilegal dan legal berdasarkan laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
1. Regulator/Pengawas
Pinjol ilegal tidak ada regulator khusus yang bertugas mengawasi kegiatannya. Sedangkan yang legal, atau terdaftar di OJK berada dalam pengawasan lembaga tersebu, sehingga sangat memperhatikan aspek pelindungan konsumen.
Baca Juga: Cara mencegah pencurian data pribadi oleh pinjol
2. Bunga dan Denda
Pinjol ilegal mengenakan bunga dan denda yang sangat besar dan tidak transparan. Sedangkan pinjol legal diwajibkan memberikan informasi mengenai bunga dan denda maksimal yang dikenakan ke pengguna. AFPI mengatur biaya pinjaman maksimal 0,8 persen per hari dan total seluruh biaya termasuk denda adalah 100 persen dari nilai pokok pinjaman.
Baca Juga: Fintech syariah diyakini tumbuh pada tahun 2021, ini alasannya
3. Kepatuhan Peraturan
Penyelenggara Fintech Lending ilegal melakukan kegiatan tanpa tunduk pada peraturan, baik POJK maupun peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Sementara yang legal, wajib untuk tunduk pada peraturan, baik POJK, maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengurus
Tidak ada standar pengalaman apapun yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Fintech Lending Ilegal. Sedangkan yang berizin, direksi dan Komisaris Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK jelas orang-orangnya dan harus memiliki pengalaman minimal 1 tahun di Industri Jasa Keuangan, pada level manajerial.
Baca Juga: OJK berikan izin usaha Ke Semar Gadai Setia
5. Cara Penagihan
Pinjol ilegal melakukan penagihan dengan cara-cara yang kasar, cenderung mengancam, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum. Sementara yang legal, wajib mengikuti sertifikasi tenaga penagih yang dilakukan oleh AFPI.
Baca Juga: Waspada pencurian data KTP untuk pinjaman online, begini cara melindunginya
6. Asosiasi Penyelenggara
Fintech Lending ilegal tidak memiliki asosiasi ataupun tidak dapat menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Sedangkan yang legal, wajib menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI.
7. Lokasi Kantor/Domisili
Lokasi kantor pinjol ilegal tidak jelas/ditutupi dan bisa jadi berada di luar negeri untuk menghindari aparat hukum. Sementara yang legal, memiliki alamat kantor yang jelas, disurvei OJK dan dapat dengan mudah ditemui melalui penelusuran di Google. Baca juga: E-commerce hingga Pinjol Bakal Meningkat Pesat di 177 Kota Luar Jabodetabek
8. Status Penyelenggara
Fintech Lending ilegal tentunya berstatus ilegal, dan menjadi target dari Satgas Waspada Investasi (SWI) bersama Kominfo, Google Indonesia, dan Direktorat Cybercrime Polri. Sedangkan yang legal, tentunya berstatus legal sesuai dengan POJK 77/POJK.01/2016.
Baca Juga: Cegah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Fintech Secara Berkala Mengawasi Transaksi
9. Syarat Pinjam Meminjam
Pinjaman pada Pinjol ilegal cenderung sangat mudah, tanpa menanyakan keperluan pinjaman. Sementara yang legal perlu mengetahui tujuan pinjaman serta membutuhkan dokumen-dokumen untuk melakukan credit scoring.
Baca Juga: Diwajibkan lapor atas TKM dalam PP No 61 Tahun 2021, ini kata pemain fintech
10. Pengaduan konsumen
Fintech Lending ilegal tidak menanggapi pengaduan pengguna dengan baik. Sedangkan yang legal, menyediakan sarana pengaduan pengguna dan wajib menindaklanjuti pengaduan, serta melaporkan tidak lanjutnya kepada OJK. Selain itu, pengguna juga dapat menyampaikan pengaduan melalui AFPI, dan OJK. Selain itu, dalam hal terjadi sengketa, pengguna juga dapat difasilitasi oleh OJK maupun lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
11. Kompetensi
Pengelola Pinjol ilegal tidak mewajibkan pelatihan atau sertifikasi apapun. Sementara yang legal, direksi, komisaris dan pemegang saham wajib mengikuti sertifikasi yang diadakan oleh AFPI untuk menyamakan pemahaman dalam mengelola bisnis Fintech Lending.
12. Akses Data Pribadi
Aplikasi Fintech Lending ilegal akan meminta akses kepada seluruh pribadi yang ada di dalam handphone pengguna yang kemudian disalahgunakan untuk melakukan penagihan. Sedangkan yang legal, hanya diizinkan mengakses Camera, Microphone, dan Location (CEMILAN) pada handphone pengguna.
13. Resiko bagi Lender
Lender pada penyelenggara Fintech Lending ilegal memiliki risiko yang sangat tinggi, terutama risiko penyalahgunaan dana, pengembalian pinjaman yang tidak sesuai, dan/atau berpotensi praktik shadow banking dan ponzi scheme. Sementara yang legal, lalu lintas dana dilakukan melalui sistem perbankan dan segala manfaat ekonomi maupun biaya yang dikenakan kepada Lender dinyatakan secara jelas dalam perjanjian.
14. Keamanan Nasional
Pinjol ilegal tidak patuh pada aturan menempatkan data pengguna di Indonesia dan tidak memiliki Pusat Pemulihan Bencana pada saat terjadi gangguan terhadap sistem elektronik. Sedangkan yang legal, wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Republik Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Cara Membedakan Pinjol Ilegal dengan yang Legal"
Penulis : Akhdi Martin Pratama
Editor : Yoga Sukmana
Selanjutnya: Bisnis fintech syariah kian merekah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News