Reporter: Ruisa Khoiriyah, Fransiska Firlana, Steffi Indrajana | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Masalah semakin membengkaknya ongkos operasi moneter yang ditanggung oleh Bank Indonesia dan menyebabkan membesarnya lobang defisit neraca bank sentral, tidak dilihat sebagai sebuah persoalan oleh Gubernur BI Darmin Nasution. Darmin menilai, yang terpenting adalah penjagaan kondisi perekonomian dilakukan dengan baik meski untuk itu akan melahirkan konsekuensi berupa biaya.
"Jika terjadi biaya itu nanti bisa dijelaskan lebih lanjut, tapi yang kita lakukan itu adalah untuk perekonomian kita. Di bank sentral di banyak negara tidak mempersoalkan urusan defisit, bahkan ada bank sentral yang urusan permodalannya tidak diatur dalam UU sehingga apapun yang terjadi defisit atau surplus tidak terlalu masalah," papar Darmin di Jakarta, Senin malam (25/10).
Di Indonesia, masalah permodalan bank sentral yaitu BI ada pengaturannya sendiri. Di mana ketika defisit modal BI sudah mencapai angka tertentu, maka pemerintah wajib menyuntikkan tambahan modal. "Di sini memang ada UU, tapi prinsip yang sehat dan benar adalah lebih mengedepankan ekonomi dan neraca keuangan negara," katanya.
Neraca BI tahun ini diperkirakan mencetak angka defisit hingga sebesar Rp 22,4 triliun. Naik ribuan persen dari defisit neraca tahun 2009 yang "hanya" sebesar Rp 1 triliun. Besarnya defisit tersebut tak lain karena semakin membubung tingginya ongkos moneter yang harus ditanggung oleh BI dalam pengelolaan moneter. Outstanding dana di Sertifikat BI saja mencapai Rp 400-an triliun. Biaya bunga SBI itulah yang menjadi salah satu penekan utama defisit neraca bank sentral.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News