Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia menjadwalkan akan mengumumkan perkembangan kondisi makro ekonomi dan moneter Indonesia termasuk suku bunga acuan atau BI rate pada hari ini (8/4). Dalam beberapa kesempatan, bank sentral telah memutuskan untuk mempertahankan BI rate di level 7,5%.
Beberapa ekonom memperkirakan bank sentral masih akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan di posisi 7,5% dan belum dalam tren menurun.
Data terbaru menyebutkan, cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2014 turun tipis menjadi US$ 102,6 miliar dibanding posisi cadev pada akhir Februari 2014 yang sebesar US$ 102,7 miliar. Meski begitu, menurut ekonom dari Universitas Gadjah Mada Anthonius Tony Prasetiantono, hal tersebut tidak akan mengubah perkiraan bahwa BI masih akan tetap mempertahankan BI rate di level 7,5%.
Menurut Tony, belum ada situasi yang agak ekstrem yang membutuhkan perubahan BI rate. "Saya prediksi BI rate akan dipertahankan di level 7,5%," ujar Tony kepada KONTAN, Selasa (8/4).
Data ekonomi seperti inflasi yang mulai melandai ke 7,32%, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta posisi cadangan devisa, dinilai masih cukup aman.
"Kurs rupiah Rp 11.300-an per USD juga cukup nyaman, tidak terlalu mahal (overvalued) namun juga tidak terlampau lemah (undervalued). Jadi BI belum perlu menaikkan BI rate," katanya.
Senada, ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih dan ekonom dari Universitas Atmajaya Agustinus Prasetyantoko juga memperkirakan BI masih akan tetap mempertahankan BI rate di level 7,5% lantaran topangan data ekonomi yang cukup positif.
"Faktornya adalah inflasi dalam tren turun dan neraca perdagangan Februari yang surplus. Nilai tukar rupiah juga relatif stabil di Rp 11.290-Rp 11.320 per dolar AS. BI belum perlu merubah suku bunganya," ucap Lana.
"Masih akan tetap di 7,5%, karena tekanan terhadap ekonomi Indonesia berkurang. Nilai tukar rupiah dan IHSG (indeks harga saham gabungan) menguat. Artinya arus modal asing sudah mulai masuk. Dari sisi fundamental, inflasi Maret dan neraca perdagangan Februari menunjukkan tren yang baik," kata Prasetyantoko.
Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti juga menyatakan perkiraan yang sama. Neraca perdagangan yang surplus, lebih dikarenakan impor yang turun dalam dan bukan ekspor yang tumbuh pesat. Karena itu, menurutnya, masih ada sejumlah risiko kedepannya, sehingga BI rate belum akan turun pada April ini.
"Indonesia masih menghadapi ketidakpastian baik ekonomi domestik maupun global. Jadi tetap stance (pendirian) kita masih harus cautious (berhati-hati) jangan sampai lengah," ujar Destry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News