Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit bermasalah masih menghantui perbankan di Tanah Air. Relaksasi restrukturisasi kredit yang diberikan regulator bagi debitur terdampak Covid-19 memang sangat membantu bank menekan NPL selama setahun terakhir dan memberi ruang untuk bisa fokus membantu nasabahnya bisa bangkit dari dampak pandemi ini.
Tren restrukturisasi baru memang terus menurun. Jumlah debitur yang sudah kembali pulih kian bertambah, sementara yang belum benar-benar bangkit diberi perpanjangan restrukturisasi agar bisa bangkit sepenuhnya.
Namun, tak sedikit pula dari debitur yang direstrukturisasi itu tetap tidak menunjukkan perbaikan meski sudah dikasi keringanan. Kredit dari debitur-debitur ini tidak masuk syarat untuk mendapat perpanjangan restrukturisasi dan akan diklasifikasi ke dalam kelompok beresiko tinggi yang memiliki potensi besar turun menjadi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
Baca Juga: OVO gandeng Prudential hadirkan produk asuransi jiwa syariah berbasis digital
PT Bank Mandiri misalnya mencatatkan oustanding restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 94,5 triliun per Maret 2021. Ini sudah jauh berkurang dari total kredit yang sudah direstrukturisasi bank ini sejak program relaksasi yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu berlaku yakni Rp 124,2 triliun.
Ahmad Siddik Badruddin Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri mengatakan, penurunan itu terjadi karena beberapa debitur sudah bisa membayarkan kewajibannya lagi secara normal. Perseroan telah membagi outstanding restrukturisasi ini dalam tiga klasifikasi yakni kredit resiko rendah, resiko menengah dan resiko tinggi.
Kelompok resiko rendah diperkirakan akan segera normal setelah program selesai dijalankan dan kelompok dengan resiko menengah akan bangkit setelah diberikan perpanjangan restrukturisasi. Adapun yang beresiko tinggi yang bisa downgrade jadi NPL mencapai 11% atau sekitar Rp 10,3 triliun
"Kredit restrukturisasi yang sudah jadi NPL hingga Maret 2021 baru mencapai 0,94%. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas setelah masa relaksasi selesai, Bank Mandiri telah mencadangkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN)." kata Siddik di Jakarta, Selasa (27/4).
Bank Mandiri mengalokasikan CKPN 10% dari baki debit restrukturisasi Covid-19 dimana 49,4% diperuntukkan bagi kredit yang beresiko tinggi. Per Maret 2021, NPL Bank Mandiri secara konsolidasi ada di level 3,1%, meningkat dari 3,09% dari akhir tahun lalu. Pencadangan dialokasi sebesar 220% per Maret untuk mengantisipasi resiko kredit. Tahun ini, perseroan akan menjaga NPL di kisaran 3%-3,5%.
Baca Juga: Tingkatkan layanan, HSBC Indonesia terus lakukan transformasi digital
PT Bank Negara Indonesia Tbk mencatat baki debet restrukturisasi kredit per Maret sebesar Rp 84,3 triliun atau 15,1% dari total kredit perseroan. Itu sudah berkurang dari Desember 2020 yang tercatat sebesar Rp 102,3 triliun.
Sektor perdagangan, restoran dan hotel menyumbang 29,7% terhadap total kredit restrukturisasi itu, manufaktur 12,5%, konstruksi 7,3%, bisnis jasa 13,6% dan lain-lain.
Sebanyak 91,5% dari restrukturisasi itu masih masuk dalam kategori lancar, lalu 6,4% masuk dalam perhatian khusus dan 2,1% sudah turun jadi NPL. "Jumlah yang sudah turun jadi NPL masih sesuai dengan prediksi awal kami dimana 10% dari restrukturisasi berpotensi jadi NPL," kata David Pirzada Direktur Manajemen Risiko BNI pada Kontan.co.id, Rabu (28/4).