kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini pendapat praktisi hukum soal usulan moratorium unitlink


Kamis, 09 Desember 2021 / 12:41 WIB
Ini pendapat praktisi hukum soal usulan moratorium unitlink
ILUSTRASI. Moratorium unitlink dinilai akan berpotensi tidak baik terhadap asas kepastian hukum./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/16/03/2020


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Usulan Komisi XI DPR-RI terkait moratorium produk unitlink, terus menuai sorotan publik. Tak terkecuali dari kalangan praktisi hukum. Contohnya seperti yang diungkapkan Grace Bintang Hidayanti Sihotang, Managing Partner dari kantor pengacara HSPLaw.

Grace, yang juga pengajar tindak pidana ekonomi di Universitas Terbuka berpendapat, usulan Komisi XI DPR terkait moratorium unitlink sangat tidak dimungkinkan. Alasannya, perjanjian asuransi (dalam produk unitlink) merupakan perjanjian perdata dan bukan dalam ranah hukum publik.

Grace menilai, dalam perjanjian perdata berlaku pacta sunt servanda (perjanjian harus ditepati). Perjanjian berfungsi sebagai Undang-Undang (UU) bagi pihak-pihak yang berjanji. Jadi, kata dia, jika pemerintah, regulator atau pembuat kebijakan melakukan moratorium terhadap hal yang diatur dalam perjanjian keperdataan, secara tidak langsung sudah melanggar ketentuan.

Baca Juga: DPR beri usulan moratorium produk unitlink, ini kata AAJI

Hal itu, terutama ketentuan nomor 2 dari persyaratan sebuah diskresi, yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sebab, ya itu tadi, perjanjian adalah hukum bagi pihak yang berjanji (Pacta Sunt Servanda). Hal ini dinilai akan berpotensi tidak baik terhadap asas kepastian hukum. 

Bisa saja, menurut Grace, kelak semua perjanjian jika orang mau membatalkan, akan langsung dimintakan moratoriumnya dan itu akan mengakibatkan kekacauan dalam negara. "Jika satu hal sembarangan dibuatkan moratoriumnya tanpa kehati hatian dan kecermatan sesuai AUPB, maka bisa muncul ketidakpastian hukum," kata Grace dalam keterangannya kepada Kontan.co.id, Kamis (9/12).

Grace menambahkan, dalam istilah perdata, pembatalan perjanjian merupakan wanprestasi. Jika moratorium unitlink dilegalkan oleh pemerintah, berarti pemerintah secara tidak langsung melegalkan sebagian kecil masyarakat yang ingin melakukan wanprestasi tanpa alasan yang belum jelas.

Dampak ke iklim usaha

Selain itu, kebijakan moratorium yang sembarangan, akan membuat dunia usaha menjadi tidak kondusif. "Pelaku usaha ragu untuk berusaha, karena bisa sewaktu waktu tanpa alasan yang jelas atau dengan alasan kepentingan wong cilik, kebijakan moratorium dikeluarkan," imbuh Grace.

Bukan cuma itu. Alasan lainnya, sambung Grace, moratorium unitlink berpotensi mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan. Mengapa? Jika produk ini dilarang dan dihentikan pemasarannya, lalu bagaimanakah nasib pemegang polis lain yang sebagian besar masih percaya pada produk asuransi tersebut? 

Grace mengutip pernyataan OJK bahwa pada tahun 2020, nasabah unitlink telah berkurang sebanyak 35%. Artinya, masih ada sekitar 65% pemegang polis unitlink. "Nah, apakah yang 65% nasabah asuransi ini harus diabaikan dengan adanya kebijakan moratorium?," tanya Grace. 

Dalam paparan secara virtual pada Kamis (9/12), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) juga menanggapi usulan Komisi XI DPR-RI terkait moratorium produk unitlink.

Baca Juga: Setelah DPR, komunitas korban asuransi unitlink sambangi Bareksrim Polri

Budi Tampubolon, Ketua Dewan Pengurus AAJI menegaskan, pihaknya siap melakukan diskusi dengan industri asuransi maupun OJK untuk mengkaji kembali penjualan produk unitlink.

Budi tidak menampik, masih maraknya keluhan pemegang polis soal pelanggaran etika dan misselling dari para agen asuransi. "Kalau memang ada kesalahan dari perusahaan asuransi maka akan diperbaiki oleh perusahaan asuransi. Selama ini perusahaan asuransi jiwa memperhatikan betul ketentuan-ketentuan yang ada terkait produk unitlink," kata Budi. 

Budi mencontohkan, salah satu ketentuan yang diperhatikan oleh perusahaan asuransi dalam memasarkan produk unitlink adalah lisensi keagenan dan proses penjualan dari produk unitlink. Dia bilang, para agen asuransi telah berupaya dengan baik untuk menjelaskan karakteristik produk dan risiko-risiko yang bisa dialami oleh nasabah. 

Menurut Budi, untuk memasarkan produk unit-link, agen harus memiliki sertifikasi level tertinggi yang dikeluarkan oleh AAJI. "Jadi, kami percaya bahwa pada saat proses jualan, agen asuransi jiwa sudah memberikan penjelasan mereka yang terbaik kepada nasabah terkait karakteristik produk unitlink," katanya. 

Baca Juga: AAJI: Proses perekaman saat penawaran produk asuransi itu efektif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×