Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyorot pembiayaan kredit sektor pangan seperti perikanan, pertanian dan peternakan yang masih mungil porsinya terhadap total kredit perbankan, karena memiliki risiko tinggi.
Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan, perbankan dapat menangkap peluang mengalirkan kredit pangan ini, jika mampu memperbaiki model bisnisnya.
Misalnya, perbaikan pada jangkauan jaringan lembaga keuangan, produk keuangan yang sesuai dengan karakteristik usaha sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.
Selain itu juga perbaikan informasi terkait sumber pembiayaan, mekanisme dan syarat pembiayaan, kemudian menyederhanakan jaminan dan administrasi yang rumit, serta memanfatkan teknologi pada pengembangan usaha sektor pangan.
Muliaman menambahkan strategi lain untuk mendongkrak penyaluran kredit pangan adalah melakukan linkage dan sinergi. Perlu dukungan program pemerintah, adanya linkage antara bank dengan perusahaan asuransi, pegadaian, perusahaan penjaminan kredit daerah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan koperasi, serta dukungan perusahaan telekomunikasi.
Pada tahun 2014, total kredit perbankan pada sektor pangan ini mencapai Rp 212 triliun dengan pertumbuhan 19,5% (yoy). Pertumbuhan kredit yang tinggi ini hanya menyumbang 5,8% terhadap total kredit perbankan. Sedangkan, dari komposisi kredit, sektor pertanian, perburuan dan kehuhatan sebesar Rp 189,2 triliun, sektor kelautan dan perikanan sebesar Rp 7,7 triliun, dan sektor perternakan sebesar Rp 15,3 triliun.
"Untuk tahun 2015, sektor pangan diperkirakan tumbuh 20,3% atau senilai Rp 43 triliun," kata Muliaman, akhir pekan.
Namun, Ia mewanti-wakti kepada bank untuk memperhatikan risiko untuk kredit pangan ini, karena mereka mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang tinggi, meskipun nilainya tidak besar atau baru sekitar ratusan miliar.
Misalnya, kredit pertanian, perburuan dan kehutanan memiliki kredit bermasalah senilai Rp 3,1 triliun dengan persentasi NPL 1,6% per Desember 2014. Kemudian, kredit kelautan dan perikanan memiliki kredit bermasalah senilai Rp 200 miliar dengan persentasi NPL 2,5% per Desember 2014. Serta, kredit perternakan memiliki kredit bermasalah senilai Rp 700 miliar dengan persentasi NPL 4,3%.
Irwan Lubis, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK mengatakan, pihaknya mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit pangan, misalnya sektor perikanan secara luas seperti pembiayaan untuk kapal. Pasalnya, porsi kredit perikanan hanya 2% terhadap total kredit bank. “Kami harapkan pertumbuhan perikanan lebih cepat dengan adanya terobosa baru pada sektor perikanan ini,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News