Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rencana penggabungan usaha atau merger BUMN reasuransi terus bergulir. Mandiri Sekuritas sudah merampungkan kajian tentang merger reasuransi.
Penggabungan BUMN reasuransi akan melibatkan empat perusahaan, yang meliputi tiga perusahaan reasuransi dan satu perusahaan asuransi. Ketiga perusahaan reasuransi itu adalah Reasuransi Internasional Indonesia (ReIndo), Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu-Re) dan Reasuransi Nasional Indonesia (NasRe). Satu lagi adalah Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI).
Kajian Mandiri Sekuritas menelurkan empat opsi mengenai struktur perusahaan yang kelak dibentuk. Opsi pertama adalah pembentukan badan usaha baru. Pilihan berikutnya adalah, ASEI menjadi induk perusahaaan atau holding BUMN reasuransi.
Opsi selanjutnya adalah Reindo menjadi holding BUMN reasuransi. "Satu opsi lagi saya lupa," ujarĀ Deputi Bidang Jasa Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Gatot Trihargo, Selasa (31/12) lalu.
Kementerian BUMN ingin ASEI menjadi holding BUMN reasuransi. Namun, menurut Gatot, masih terbuka opsi lain. Mandiri Sekuritas merampungkan kajian tersebut pada 24 Desember lalu.
Pemerintah masih menghitung kebutuhan modal minimal untuk mendirikan perusahaan reasuransi. "Kami masih akan melihat dulu data OJK dan BI seberapa besar defisit neraca asuransi. Tentu modal itu sesuai dengan target pengurangan defisitnya," ujar Gatot. Dia menjelaskan, banyak BUMN yang tertarik untuk menyuntikkan modal sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.
Sebelumnya, PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) mendukung merger reasuransi BUMN. Jamkrindo membidik penyertaan langsung di BUMN reasuransi.
Niat Jamkrindo memiliki saham di BUMN reasuransi sudah dibicarakan. Pemerintah selaku pemegang saham, dinilai telah menyetujui rencana Jamkrindo untuk penyertaan langsung di BUMN reasuransi.
Jika tak ada aral melintang, Jamkrindo berniat membenamkan penyertaan langsung di perusahaan reasuransi hasil merger BUMN setara 10% dari modal reasuransi tersebut.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengharapkan keberadaan BUMN reasuransi yang kuat dapat mengikis dana reasuransi yang lari keluar negeri. "Kami berharap perusahaan reasuransi yang baru beroperasi paling cepat pertengahan 2014, supaya segera menurunkan defisit," ujar Firdaus.
Defisit neraca asuransi pada 2012 berkisar Rp 6,5 triliun hingga Rp 7 triliun. Di 2013, defisit mencapai Rp 8 triliun hingga Rp 9 triliun.
OJK menyatakan, dengan adanya merger perusahaan reasuransi, setidaknya defisit tahun ini tak lebih besar daripada tahun lalu, bahkan diharapkan bisa menyusut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News