Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi pada prinsip keuangan berkelanjutan atau Environment, Social, dan Governance (ESG) di industri keuangan semakin naik pamor. Namun, tampaknya belum banyak instrumen investasi untuk ESG ini.
Misalnya saja pada industri asuransi jiwa dan dana pensiun (dapen), kebanyakan perusahaan melakukan investasi ESG pada instrumen greenbond. Tetapi portofolio yang ditempatkan masih sangat mini dari total investasinya.
Menanggapi hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa investasi ESG makin diminati karena menawarkan imbal hasil (return) yang stabil.
Baca Juga: Investasi Dapen pada Prinsip Keuangan Berkelanjutan Belum Semarak
“Karena dipersepsikan perusahaan dengan concern lingkungan maupun hubungan pekerja yang harmonis dapat mereduksi risiko dan meningkatkan daya saing dalam jangka panjang,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (3/9).
Bhima menjelaskan, produk yang memiliki sertifikasi ESG juga diminati sejalan dengan komitmen berbagai investor global untuk menurunkan emisi karbon dalam mencapai strategi net zero. Dia memprediksi, tren ke depan makin banyak produk investasi ESG dengan label yang menarik.
“Banyak instrumen ESG yang lebih bervariatif misalnya blue bond terkait proyek kelautan ramah lingkungan, kemudian ada skema sustainable link bond (SLB) yang pamornya terus menanjak di Chile dan Uruguay. Blended finance sebenarnya masuk pada ESG asset tapi masih sedikit karena perlu melibatkan dana filantropi,” jelasnya.
Baca Juga: Kredit Mikro Tumbuh 11,41%, BRI Makin Tangguh, Cetak Laba Rp29,56 Triliun
Lebih lanjut, Bhima berharap berbagai pelaku industri di Indonesia bisa menerbitkan berbagai instrumen pembiayaan kreatif berlabel ESG. Tetapi dengan catatan perusahaan secara internal memberikan komitmen penurunan emisi karbon dan peningkatan tanggung jawab sosial.
“Harapannya berbagai model pembiayaan alternatif mampu menurunkan cost of financing akhirnya bunga jadi lebih murah,” tandasnya.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Friensidy mengatakan, faktor ESG ini diperhatikan karena menjadi tuntutan investor dan kreditor global untuk penempatan dananya.
“Yang sudah comply akan bisa dapat dana pinjaman murah ataupun arus masuk investasi global,” kata dia kepada Kontan.
Baca Juga: Berkah Hemat Energi, Gedung Plaza Mandiri Jadi Retrofitted Building Terbaik se-ASEAN
Menurut Budi, selain instrumen greenbond, juga terdapat instrumen investasi ESG pada produk saham yang masuk dalam indeks SRI-Kehati. Dia memproyeksikan, ke depan instrumen ESG ini akan semakin banyak.
“(Proyeksi ke depan) semakin dipersyaratkan dan marak termasuk kewajiban pelaporannya,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News